Tuesday, March 29, 2011

Tugas Humper yang mengubah hidup

Sistematika ilmiah... TETAP HARUS BELAJAR WALAUPUN YANG INI SANGAT MEMBOSANKAN DAN TIDAK MENARIK

Analisis Kasus Pembatalan Perkawinan
Oleh: Mira Fajriyah / 105010100111100

Konteks kasus
1.Majelis Hakim Pengadilan Agama Surakarta dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara pembatalan perkawinan karena melangsungkan perkawinan tanpa seijin isteri sah melalui Pengadilan Agama untuk ijin poligami adalah dengan pembuktian, bahwa benar-benar telah terjadi perkawinan yang dilangsungkan tanpa seijin dan sepengetahuan isteri sah melalui Pengadilan Agama untuk ijin poligami yang dibuktikan dengan :
Adanya alat bukti-bukti surat tertulis seperti kutipan akta nikah yang dapat dijadikan bukti bahwa benar telah terjadi perkawinan yang dilangsungkan Termohon I dan Termohon II tanpa adanya surat ijin nikah dari Pengadilan Agama dan sebelumnya tidak meminta ijin nikah atau mendapatkan ijin dari isteri pertama (Pemohon).
Adanya saksi-saksi dari Pemohon dan Termohon II sebagaimana yang telah dikemukakan oleh saksi-saksi dari Pemohon dan Termohon tersebut, bahwa benar-benar antara Termohon I dan Termohon II telah melangsungkan perkawinan. 106
Adanya pengakuan dari Termohon I sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Pemohon, bahwa benar-benar perkawinan antara Termohon I dan Termohon II tanpa seijin Pemohon dan tanpa adanya surat ijin nikah dari Pengadilan Agama untuk ijin poligami.
2.Pertimbangan yang digunakan Hakim dalam memutus perkara pembatalan perkawinan adalah berdasar pada :
Adanya penipuan yang dilakukan oleh Termohon I yang mengaku duda cerai padahal ia masih terikat perkawinan yang sah dengan Pemohon dan terdapat adanya kebohongan dari pihak Termohon I pada saat proses pendaftaran nikah Termohon I dengan Termohon II, dimana Termohon I melampirkan kutipan Akta Perceraian No: C.12/1983 yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kota Surakarta tanggal 24 Juni 1989. Dari kutipan Akta Perceraian tersebut nampak jelas ada perbedaan, dimana tahun perceraian terjadi pada tahun 1983 sedang keluarnya Akta Perceraian tahun 1989. Demikian pula nama istri yang dicerai adalah Oei Lien Nio bukan Endra Dewi sebagaimana dalam daftar pemeriksaan nikah, dan juga ada unsur ketidakjelian dari pihak Kantor Urusan Agama Kecamatan Laweyan sehingga terlaksana perkawinan antara Termohon I dan Termohon II.
Perkawinan antara Termohon I dan Termohon II dilangsungkan tanpa ijin istri sah melalui Pengadilan Agama untuk ijin poligami, sebagaimana diatur dalam pasal 24 UU No.1 tahun 1974 dan pasal 71 huruf (a) 107 Kompilasi Hukum Islam yang pada prinsipnya menganut asas monogami sehingga seorang suami yang akan melakukan poligami harus mendapatkan persetujuan dari istrinya dan surat ijin nikah dari Pengadilan Agama untuk ijin poligami, maka perkawinan yang dilangsungkan tanpa seijin isri sah dan surat ijin nikah dari Pengadilan Agama untuk poligami dapat dimintakan pembatalan.

Analisis
1.Pernyataan merupakan benda terkuat di muka kasus hukum Perdata
2.Akte otentik merupakan bukti pendukung paling kuat
3.Penegakan hukum perkawinan dilakukan dalam konsep gugat dan laporan
4.Pemohon merupakan istri sah yang tidak pernah memberikan izin nikah poligami bagi Termohon I
5.Termohon I melakukan pemalsuan pengakuan di muka PA
6.Klep hukum perkawinan berbentuk gejolak kemasyarakatan yang muncul ke muka pengadilan, yang selainnya di anggap hukum berada dalam status quo

Kesimpulan
1.Perkawinan antara Termohon I dan Termohon II oleh sebab pemalsuan akta oleh Termohon I batal demi hukum disebabkan pengakuan dan gugatan Pemohon.
2.Hukum Perkawinan yang termasuk dalam sistematika hukum perdata Indonesia menganut penegakan sebagai anfullenrecht.

No comments:

Post a Comment