Thursday, March 3, 2011

Pagi

Aku ingin berbicara tentang hal yang sederhana saja. Bukan tinjauan "sok" kritis yang dimainkan Abid di siaran opininya pagi itu. Tentang dirinya dan dunia. Alur hidup, senyum, dan tangis.

Kukira aku tak lagi ingat wajahnya. Bentukan senyumnya di Fajar waktu itu, ketika ditunjuknya ufuk jingga temaram seraya menyebut masdar namaku dengan intonasi sempurna. Warna suara dan tawanya. Ya, aku tak lagi ingat nyata wujud fisik sahabat terbaikku. Aku hanya ingat kacamata bingkai hitamnya yang tigakali berganti karena ulah cerobohku. Hahhahaaaa... lucu.

Aku ingin berbicara tentang hal yang sederhana saja. Yang sampai-sampai jangkrik memahami penuh arti. Yang warnanya hijau dan coklat. Yang semalamannya, kudengar berbisik mengusik, di sisian toilet samping kamarku.

Sebab aku tahu Abid tak perlu di ingat dari raut wajah dan lekuk wujudnya. Sebab aku ingat ia lebih dari itu. Ya, saat itu, saat ini, nanti, dan sampai Allah memberiku ruang istirahat dari memori tentangnya. Ya, ketika kacaan yang miris itu menemui gorden coklat rasa stroberi, berubah warna jadi es krim berselimut coklat merah muda.

Abid. Aku hanya ingin berbicara hal sederhana saja. Sesekali, jika itu memang bisa didapatkan dari sekedar berdialog dengan bolpoin hitam dan gantungan kunci darinya.

:)

Sebab sekali itu, Abid kembali dengan senyumnya yang sama. Mata bening di balik kacamatanya itu, menerawang jauh ke pelupuk pagi. Ditunjuknya sudut cahaya kekuningan di kejauhan.

"Fajar!" serunya

Aku tersenyum, mengikut arah pandangnya yang kemudian. Ini masih tentang dia. Ini tentang Abid. Ya, Fathir Al Quraabid.

No comments:

Post a Comment