Friday, January 14, 2011

Crush

Lalu mereka akan berkata bahwa seharusnya aku melakukannya sebab mereka yakin aku bisa. Dan layaknya patut di amini, bahwa yang seperti ini, Prof Normand - ayah tokoh Harry dalam Spiderman Movie - dan bayangannya. Mengerikan, seakan pergerakan siklus ditarik dari pembuluh atasnya, mengangkat paksa, mengerti bahwa di bawahnya tiup api neraka mulai membahana menjadikan dimensi memelas gila, katanya, "coba.."
Suatu dilema dalam kesejarahan pribadiku, kekuatan besar membawa tanggung jawab besar. Ya. Tanggungan besar butuh kekuatan besar. Ya. Ya. Ya.
Dan mereka memang tak peduli. Ketika seseorang berkali-kali mendatangiku dan bertanya, "mana yang lebih dulu?"
Entah, tapi mereka memang tak mengerti. Bahwa bahkan untuk kata sekecil itu saja, bisa membuatku migrain sepanjang hari.

:D

Agak aneh rupanya ketika kita kembali menekuri jalan dakwah di podium traffic light kehidupan. Yang di sisiannya ada jalan layang yang sewaktu-waktu bisa jatuh. Lalu jejaring impuls syarafku hampir pecah dibuatnya. Di terikan mentari, di bising cita di balik pelangi hitam merah putih.

:D

Suatu kejanggalan. Dering telepon. Nada hujan. Lukisan embun. Tik tok.. tik tok.. Lalu aku kembali jadi diriku, unitas siklus kehendakNya.
Putaran jam. Abstraksi.
Kalian tahu? bahwa aku samasekali tak bisa ber-akselerasi.
Dengan irama yang kalian ajarkan padaku. Dengan anakan tangga yang kalian sertai deadline.

Kurangkaikan, sebuah cacimaki untuk diri. Yang ketika kujawab bahwa setelah ini segalanya akan jadi lebih mudah.
Dan setelah ini, dan setelah ini.
Hanya ada sense. Karena beruntungnya aku masih manusia juga. Walaupun alur kata tak pernah terjembatani dengan baik dan aku hanya bisa katakan "iya" dalam setengah kosong setengah melayang.
Luarbiasa.

Wednesday, January 12, 2011

Elzora

Sudut sumpek kota Jakarta seketika saja menyergap mata dan batin Elzora. Ia yang berjilbab orange itu baru saja usai menjejakkan kakinya dari kendaraan rakyat; kereta ekonomi Malang - Jakarta. Perjalanan jauh yang samasekali baru baginya, mendadak jadi lebih disukainya ketika nyala telepon genggamnya di angkat seorang wanita di seberang sana,
"Assalamu'alaikum, ma."
"Ya, 'alaikumsalam. Gimana? Sudah sampai mana?"
"Senen."
"Oh, oke."
"tut.. tut.. tut.."
Keluh peluh mengalir seusai tombol merah meng-eksekusi percakapan singkatnya.

..........
Ia kembali jadi dirinya. Menyusuri jalan yang sebenarnya tak diingatnya samasekali. Sebuah highway yang benar menyatakan high-nya.
Sementara setting kawasan Senen ramai dalam hiruk pikuknya sebab ini hari Jum'at dan pukul setengah satu siang. Palang jalan mulai dibuka di sisi sisiannya dan Elzora kembali jadi dirinya, penikmat drama kehidupan yang ulung.
Seorang gadis remaja yang tergelung rambutnya monoton menunggu di bawah halte bus bersama drum biru dan orange berisi puluhan botol air mineral dan semacamnya. Mungkin ia masih enambelastahunan, refleksi anak putus sekolah di negeri yang katanya the lost atlantis. Di tangannya tergenggam sebuah handphone mungil lengkap dengan aksesoris bandul dan tali berwarna senada. Di seberang sana, seorang gadis yang bergelung rambut lurusnya, bersisian dengan lima orang bapak tukang ojek yang sama monoton menunggu.

..............
Dan untuk kesekian kalinya, Elzora hilang arah jalan menuju tempat tujuannya. Oleh karenanya, ia jadi hobi berkeliling; kemana saja, sesuka kecendrungan hatinya. Pikirnya, hanya supir angkutan umum yang selalu bersedia ditanyainya macam-macam termasuk gang rumah dan butik orangtuanya.
Tapi kini, dicobanya menghampiri remaja di bawah halte itu. Eksperimen pertamanya, bertanya arah pulangnya; ia tak berharap banyak sebab sebelumnya ia tak pernah berhasil mendapat informasi valid dari selain supir angkutan umum.

d^-^b

Jalan Jakarta masih punya sense yang sama seperti yang dicecapnya empat bulan lalu atau sebelumnya. Elzora memang tak pernah ingat lekukannya seratus persen - atau sekedar ingat seperti ingatnya anak enambelas tahun yang tak pernah keluar hometownnya. Tapi ia memang tahu bahwa ini Jakarta, rumahnya, setidaknya kota tempatnya membubuhi diri dalam alur riwayat pribadi. Haha.. tak terlalu gila baginya, hanya saja, ya, ia memang mengenalnya.
Terutama macet dan bisingnya. Terutama bau busuk kemiskinannya yang menyembul sepanjang sudut-sudutnya. Terutama gang-gang membingungkan. Terutama lingkar jalan layangnya. Dan terutama sekali, 'podium' traffic light di perempatan jalan ini. Podium yang paling dikenalinya.
Dari sini ia bisa berdiri, bersahabat dengan botol air mineral yang baru dibeli dari gadis sebayanya yang di bawah halte. Seakan jadi sutradara panggung jalanan. Menata alur gerak kendaraan angkuh yang lalu lalang dalam matanya. Dan ia memang kembali jadi dirinya, dalam sendirinya.

d^-^b

Mungkin di rumah sakit itu, ada calon ibu yang melahirkan tengah menahan sakitnya, mungkin di sudut warung kecil itu, ada ibu yang duduk menunggui dalam doa yang terkirim untuk anaknya, bahkan mungkin, wanita lusuh di muka metromini rongsok itu, membatin tentang buku sekolah remaja di rumahnya. Tapi Elzora pastikan, di butik itu, hanya ada sejasad wanita karir yang telah lama jadi ibu kandungnya.
Langkah malasnya terayun pelan menuju pintu kaca lebar sebuah bingkai ruang butik. Kaca-kaca menyingkir memberi jalan baginya yang masih lengkap dengan bau apek matahari dan wajah lusuh yang belum dibilas air seharian. Dipandanginya barisan minidress dan sejenisnya yang disertai label mahal dan bordir brand di sudutnya.
Dipaksakannya kembang senyum dan anggukan singkat untuk membalas "salam siang" belasan remaja perempuan berpakaian sewarna yang dipapasinya sepanjang jalannya. Bukan sebuah kebanggaan menjadi anak dari pemilik ruang ini. Bukan sebuah kebahagiaan yang didapatnya dari uluran salam dhaif cari muka itu. Bukan samasekali.

.........
Ruang di pojok itu, tertutup rapat seakan tak membiarkan seorang pun mengintervensi masuk. Bingkai pintu kaca yang dilapis plastic hitam itu bukanlah benda yang untuk pertama kalinya di tangkap layar retina Elzora. Semilir bau angkuh telah menyentuh hatinya, terlanjus di-endus hasrat sinisnya. Itu, ruang kerja direktur butik merah muda ini; ibunya.
“Afternoon, ma’am. Assalamu’alaikum.” Ujarnya seketika setelah pintu kaca hitam di sibak tangan kanannya.
Seorang wanita yang dimaksudnya, kontan mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk menghadapi meja dengan kedua tangan menopang dahi. Senyumnya mengembang, lengkung sabit terbentuk dari bibir tipisnya yang dipulas lembayung muda.
“Will be happy noon, my daughter. ‘Alaikumsalam.” Jawabnya; diiring layu yang sumringah.
Elzora perlahan mendekat. Lalu mereka pun hanya berjarak beberapa senti saja.
“I miss you, mom. Don’t you see that?” ujarnya dingin.

d^-^b

Pintu kaca itu kembali menyingkir memberi jalan bagi langkah Zana Elzora. Pakaiannya telah berganti, wanginya sudah bukan lagi apek matahari. Ia melangkah pasti, tanpa tas punggungnya lagi.
Seperti biasanya, ia tak pernah betah berlama-lama di 'dunia' ibunya. Ia akan kembali menyusuri sisian jalan raya; mencari toko makanan dan "kebahagian" sesuka kecendrungan hatinya.
Sementara Jakarta tengah menemui sore-nya. Walau gedung-gedung tinggi itu telah merenggut keramahan terbenamnya matahari. Walau penduduk kota terlalu sombong untuk sekedar menatapi langit yang melukis senja jingga merah. Walau hanya terwakili dalam detak jam-jam di pergelangan tangan dan dinding-dinding kantor mereka.
"Ya, itu mereka." bisiknya pada angin merah muda.
"They, my mom." tambahnya.

Monday, January 10, 2011

Al Mahabbah

Oleh: Alfajriwastd13

Yang pertama memang selalu jadi yang tersulit
Dan segalanya setelah ini akan lebih mudah
Sebab azzam harus teruji
Dan hijrah berarti mematahkan jeruji

Ini adalah kajian pertama yang saya hadiri dengan hati.
Sebuah part non essensi mungkin. Tapi inilah jalan, sebab anakan tangga tak pernah bertransformasi dalam patahan.

Materi : Al mahabbah
Oleh : Seorang Kakak FMIPA UB '05 yang tidak saya kenal
Dimensi : Basement FE UB, 10 Januari 2010, KASENSOR: SYIAR UB

Tak ada yang spesial. Selain proporsi tilawah yang sampai-sampai membawa saya menuju muroja'ah pribadi sanking lama-nya. -.-" Juga pemateri yang sebenarnya bukan pemateri yang direncanakan panitia. Dan sebenarnya, saya jadi ingat, syarat untuk mematahkan argumen nego telah terpenuhi dengan dua klausa di atas. Jadi ya, ini memang spesial. zzzzz (nggak konsist).

Kajian berjalan dengan konsepsi dasar, maratibul mahabbah; Ibnul Qayyim Al Jauziyah.
Yang saya ingat, konsep maratibul mahabbah meliputi 6 poin. Sementara pemateri hanya menyampaikan lima poin dan ada sedikit crack di perbatasan definisinya. Maka akan saya beranikan diri membenahi.

Maratibul mahabbah ialah suatu tatanan proporsi mencinta. Disebabkan kesifatan proporsionalnya yang hierarkis maka banyak aktivis dakwah yang langsung memahamkan dirinya dengan frase "prioritas/tingkatan mencinta". Sebenarnya saya kurang setuju, sebab konstruksi pemaknaan yang salah bisa menyebabkan delusi di kemudian. Tapi yaa, baiklah, itu hanya sekedar anakan tangga dalam alur penerimaan doktrin. Jadi mungkin tak terlalu urgent untuk di bahas saat ini. Sebab saya akan berbicara masalah CINTA bukan DOGMA ALUR KONSEPSI. -.-"

Kita mulai,
Sesuai dengan qaedah fikriyyah, bahwa kebermanfaatan ilmu adalah penyucian terhadap uluhiyyah dan rububiyah (Al Maidah:116-120). Maka tingkatan cinta yang terangkaikan ini saya rasa secara rigid membawa misi, la ilaha illallah. ini ialah sebagai jembatan konstruksi pikir Islami. Selamat menikmati, maaf jika kemudian terlalu asin atau tak sengaja ada buah mengkudu teruapkan panas sehingga mencipta suasana pahit. wkwkwkkaaaka (lebay)

Ada banyak cinta di dunia ini. Ada banyak bentuk rasa. Ada banyak sensasi. Ada banyak suasana. Dan ada banyak proposisi (loh?) -.-"

Dengan banyaknya dimensi cinta yang kita kenali, Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengkonsepkan sebuah tatanan mencinta. Berisi wujud cinta secara bertingkat, serta tujuan cinta yang sejati-nya. Check this out! :D

1. Tatayyum; ialah proporsi cinta utama dan pertama. ALLAH adalah Ar rahman, memberi cinta, mencipta hamba, menjadikan kita menghamba, merangkai mekanisme saling cinta dan selanjutnya dan seterusnya. Hanya Allah SWT yang patut dicinta dengan jalan penghambaan manusia kepadaNya. Konkritnya, wujud cinta kita terhadap Rabbul Izzati ialah dengan menghamba, mengkultuskan, mengibadahi dengan benar, memahamkan diri bahwa segala pesepsi dan teknis misi ialah turunan akan cintaNya yang Maha Kasih lagi Maha penyayang.

2. 'isyq ; merupakan alokasi cinta istimewa bagi Rasulullah Muhammad SAW. Yakni dengan memperjalankan cinta dalam bentuk ittiba' (meneladani). Dimana segala dengan segala upaya manusia, kita menjadikan beliau SAW sebagai satu-satunya yang menjadi rujukan putusan diri dan tingkah laku.

3. Shahabah; yakni menempatkan para saudara sesama muslim dengan membangun ukhuwah islamiyah.

4. Syauq; bentuk cinta kepada garis nasab, istri/suami dimana dengannya lahirlah rahmah dan mawaddah yang merekatkan perikatan ummat

5. 'ithf; ialah cinta dalam dimensi simpati terhadap manusia seluruhnya. Yakni dengan cara berdakwah (menyampaikan kebenaran dan melarang keburukan/kerusakan)

6. Inthifa'; yaitu cinta terhadap kebendaan, hanya dalam rangka pemanfaatan.

Seperti yang tersebutkan di atas, alokasi cinta macam ini juga berbentuk hierarkis. Artinya nomor satu adalah dasar bagi nomor dua dan seterusnya. Seorang muslim seyogyanya mendasari segala cinta fana dengan pemahaman dan penghambaan kepada Allah SWT.

Satu yang paling saya ingat dari kajian ini, sebuah selentingan yang mungkin kerapkali jadi fenomena khalayak.

"Terkadang kita inthifa'(memanfaatkan) kepada Allah dan tatayyum(menghambakan diri) kepada benda. Sebab hanya berdoa untuk suatu pengharapan dan begitu sakitnya ketika kehilangan harta."

Sebuah selentingan yang juga masih saya ingat, konsep ini mudah disampaikan (walaupun khusus bagi saya tidak juga) tapi sulit direalisasikan. Let's study together! :)

Maka sahabat, masihkah kita salah menempatkan cinta?

Thursday, January 6, 2011

ask for the effectiveness of Tony Buzan' theory

Masih saya ingat jelas ketika pertama kali pengejawantahan rebellion side ini memekarkan jalan menuju ke suatu dunia yang berbeda. Yang keseketika saya harus kembali jadi awam yang amatir. Harus jadi pembelajar yang setia. Dan marjinal.

Mungkin ini juga suatu bentuk pertolongan Allah.
Bahwa ketika deraan futur menyergap, tiba tiba saja saya di tempatkan pada lingkungan yang mengharamkan kata futur.
Yang ketika saya tak berdoa untuk datangnya, mereka malah melepaskan panahnya, mendeclair, "inilah orang pilihan".

Gila, betapa tak bersyukurnya hamba jelata ini.

Bahkan ia bertanya-tanya tentang apa yang telah dipahaminya. Hanya sekedar untuk menambah panjang draft yang akan dikuatnya sebagai legitimasi declair balasan 'ini baik'.

Gila, betapa angkuhnya anak autis ini.

Bahkan ia diam hanya untuk tahu alur pikir mereka dan mempelajari geraknya.
Dan secara gamblang, layaknya sayap-sayap malaikat dari Raudah, mereka mengalahkan segala kuncian yang telah terpersiapkan.

Tak ada beda. Hanya monoton semata. Hanya 'la ilaha illallah' semata.
Seperti tone yang Sayyid Quthb mainkan dalam setiap rangkaian hijaiyahnya. Walaupun diksi penerjemah tak pernah merangkum keseluruhan irama miliknya. Dan pada akhirnya, yang terdengar adalah gemerincing spirit yang membangkitkan izzah! luarbiasa

Saya nantikan ketika suatu hari orang hanya akan berkata, "seorang Mira!"
Dengan segala manusianya yang cacat secara psikologis dan derita akan SA yang tiada henti menempatkannya pada posisi pemikir abnormal.

Saya nantikan, ketika si rebellion ini benar ada dalam benarnya.
Menjawab segala klaim atas dirinya dengan hujjah.

Dan seperti kupu-kupu yang terdeskripsi sebagai analogi Rose dalam Islamic Rose story part yang ini juga nggak nyambung seperti biasanya, hahahhaaa aca ucu!
Masya Allah! Allahu akbar! :)

nge-Aca Ucu

Saya masih saJa kehilangan nalar menulis yang biasa saya gunakan dulu. Dan kali ini, akan saya coba melumasinya dengan teknik "sebenarnya saya tak tahu ingin berbicara apa" seperti yang Tony Buzan katakan dalam training public speakingnya. Agar kemudian, berbagai nalar dapat muncul dari mata airnya yang kini terasa kering dan kusut!

Mungkin karena banyaknya dosa atau angkuh yang menggejala disini. Mungkin karena saya jadi jarang menangis di malam hari. Mungkin karena terbuai oleh kekosongan ikatan persahabatan. Oh, ya? Saya tak tahu pasti.

Seakan sebuah tembok super tebal menghalangi pandangan saya kepada Rabbul Izzati. Seakan pelukan malam kini diiring bisikan kebencian. Entah, seakan rumput tak mau lagi saya ajak bicara. Dan seakan reranting tak sudi bunga-nya disentuh si dzalim ini. Astagfirullahal'adzim.
Lalu saya hanya sekedar ingin menangis saja, tanpa air mata; yang dikikis tawa gila.

.................

Finally, there's the time to get the chance.
I do never agree. That I've to be.
This is the 'thing'
While everyone ask me
While my own ask mine
one word; IKAN!

Wednesday, January 5, 2011

Bagaimana jika akhirnya saya katakan bahwa jalan inilah yang terbaik. Yang kembali seperti apa yang saya pahami. Yang keseluruhannya tak jadi antithesis samasekali. Tapi bagaimanakah jika saya nyatakan bahwa sekaligus hati ingin melangkah menuju saklar impuls dari pemikiran? yang nyata terhubung dalam ujung dalam perputaran?

Dimana sebuah pergerakan membumi dengan pemahaman yang saya ilhami.
"

Tuesday, January 4, 2011

Cycle

"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan : "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik," QS Al Baqarah:26


Islam memang telah tertetapkan tinggi dan mulianya. Yang ketika manusia berbicara mengenai rangkaian hidup praksis, ia telah menghunjam dunia dengan fatwa idiil yang memotorisasi segala gerakan kemanusiaan. Yang ketika ruang diskusi internasional penuh konklusi terhadap hak asasi, ia telah membangun mobilisasi persepsi sejarah terkontemporer bangsa-bangsa. Dan yang ketika dialektika hegel merebak dan renaissance mekar dalam pengagungan terhadap pemurnian intelektualitas, ia telah tersempurnakan menggiring dunia pada penghambaan.

Bahkan mereka bertanya mengenai penghargaan wanita yang beriringan dengan kausa kepemimpinan laki-laki. Bahkan mereka bertanya, bagaimana mungkin Al-Qur'an diturunkan Rabb semesta alam, sementara teknologi modern telah membentuk suatu frame fiksi; tak hanya manusia - makhluk ber akal - yang hidup di jagat ini. Bahkan ibu bapak mereka berdo'a dalam konsistensi dosa.

Dan ketika ilham telah datang, iman merekah menyucikan jiwa-jiwa angkuh yang bertebaran di bumi Allah.

Bukan sebuah dilematis fiktif jika para manusia ini sepanjang kesejarahannya memang rutin termenung pada persimpangan khas "nyata" dan "maya", "empiris" dan "normative", "komunis" dan "liberal", "nalar" dan "akal", "hati" dan "otak" dan sejumlah lagi turunan-turunan kode semacamnya. Sebuah dikotomi yang mengakar sampai-sampai membuat ilusi tentang persepsi hakiki.

Kini seiring semakin banyaknya satelit yang mampu diluncurkan NASA. Senada dengan semakin maraknya teknologi medik. Sejalur dengan perpanjangan metode aljabar yang disempurnakan. Selevel dengan kasus KUHP yang belum dinasionalisasi total, peradaban muncul sebagai positivis yang tak merangkum semua seraya menutupi ketidakpahaman yang tak kunjung menemui jalan terangnya.