Tuesday, August 13, 2013

Belum Selesai

Coba saja, menyelesaikan segala yang belum selesai. Tidak akan bisa. Menyelesaikan yang seharusnya selasai pun sama saja, sulitnya. Sebab memang bodoh manusia ini, yang bilang bahwa dirinya mau saja diamanahi. Mau saja menyelesaikan belum selesai, yang harus selesai. Memang siapa dia? Memang punya kekuatan apa dia?

Kata-katanya jadi pecah parau, retak bergemerak, marah rupanya. Tidak selesai, tidak sempurna. Belum selesai, belum sempurna. Masih bisa, matanya merah menyimpan bara, lalu disilangkannya kedua tangannya di depan dada, ujarnya, "Saya bisa melakukannya dengan lebih baik."

Apakah lebih baik artinya selesai, sempurna, bisa. Sama saja?

Sebab kerja-kerja tidak akan selesai. Sebab neraca belum lagi dicanangkan. Belum lagi bingkai-bingkai belum bertebaran. Juga tanpa renungan-renungan yang dibisukan. Berlagak tahu, segalanya.

Gila

Ada sebuah tangga bagi setiap pencapaian. Sepertinya, selayaknya sesuatu yang tinggi, harus digapai dan berundak, bertingkat-tingkat. Saya tak tahu pasti, tapi akhir-akhir ini, saya baru bisa berkata "iya" dengan hikmat pasca menemui beberapa fakta. Ya, mengangguk setuju. untuk ucapan musyrifah saya yang belakangan. Katanya, "mainstream utama semua pemikiran itu, ukhti, tangga-tangga, fase-fase, mihwar-mihwar, satu per satu". Masih saya ingat jelas, saat itu saya balas, "Darimana dalilnya bu? Hahaha"
"Al Insyirah" jawab beliau. Percakapan kami berlalu dan saya masih bersama rumitansi menyebalkan yang sporadis menggerogot, tidak tersistematisasi, tidak terkendali, bikin pusing hati.

Satu per satu, lalu jadilah perubahan, satu per satu maka jadilah sebuah kesyukuran.

Mungkin cukup nista hati saya untuk terilhami hal yang menurut sebagian besar orang, sederhana. Kesabaran, meraihnya. Kesyukuran, membersamainya.

I-I-I-I-I-I-I-I-I-I-I-I-I-I

Dia berjalan lagi dengan tergesa. Membawa beberapa setumpukan buku, kacamata bingkai hitamnya bergerak seiringan, seakan bercahaya, membatasi binar pandang matanya pada dunia. Senyumnya seketika mengembang, menyindir dalam satu tekanan. Dia marah padaku, kata orang-orang tadi.

Lorong itu sepanjang 20 meter jauhnya. Katanya, "Momen yang menguras tenaga sudah selesai. Bagi saya. Bukan anda."
Aku tercengang.