Monday, November 28, 2011

Ion and on

Kebanyakan orang suka menerbitkan dikotomi-dikotomi yang menurutnya bisa menyelsaikan masalah. Atas sebuah dasar nalar sistematis dan struktural, seakan poin-poin tadi menjadi penjabaran intelektual yang wajib dihafal dan dibukukan.

Kemudian kita sama tahu apa yang terjadi selanjutnya. Ya, poin yang satu tak akan sama dengan poin lainnya dan perhubungan antara keduanya hanyalah berdasarkan suatu konteks pendekatan kualifikasi dan function atau orientasi tertentu. Kita terjebak. Sebab dalam suatu rumitansi yang menyebalkan, yang satu dan yang lainnya adalah ordinat tanpa subordinasi dan sejatinya satu dengan perbedaan. Kita menggila. Bahwa kemudian terkadang kita harus begitu teliti menggunakan perspektif beda dan sama. Entitas klausul dan matematisnya.

Sekarang coba kita pikirkan makna di balik beragama dan bermoral. Tidak, di suatu kali moral yang di ajarkan orang-orang barat kurang akal itu dibenturkan dengan agama yang kau punyai. Tidak, ah... begitu busuknya. Sebab kini kau mulai berani berkata bahwa bermoral bisa cukup tanpa agama. Kau sudah baik-baik saja. Tidak, bahwa bukan pertama kali untuk moral, agama itu diturunkan kepada Muhammad SAW.

Aku benci mengatakannya. Tapi akan kuperangi setiap poin dikotomi ganda yang sengaja diciptakan untuk menyesatkan literan salaf para 'ulamku.

Monday, November 21, 2011

Mas Bunga Menggalauspirasiku

Cinta, cinta dan cinta. Cinta terus, cinta melulu, cinta aja. Cinta. Ya, Ibnu Taimiyah memang yang paling saya sukai untuk satu frase ini. Bergabungnya romantisme dan maknawiah prinsipil yang keren abis. Cinta, dijadikan suatu perspektif membedah masalah ilmiyyah. Dan rupanya disana pula kita temui mata airnya.

Nulis apa tentang cinta saya juga gatau mau bakalan jadi kayak gimana. Cuma sekedar penasaran. Waktu itu pernah ditanyain sama mas - sebut saja - Bunga. "dek kamu pernah deg-degan gitu ga kalo sama cowok mana gitu?". Saya cuma bisa tertunduk lesu, "kagak mas, saya nggak normal kayaknya yak?" -,-

Ini gara-gara barusan saya banyak baca buku melow begitu, hah bener-bener sial.
Ditambah notes dan puisi di blog yang juga cinta-cintaan, loving-lovingan sama mahabbahan. --"
Saya kembali tergelitik. Untuk menemui setidaknya satu resolusilah untuk kebotakan ini. Ckckck

Tar tar saya pikir ulang, saya pernah merasakan yang dideskripsikan sama si mas-mas tadi ga ya?
Agak berasa gak penting sebenernya, belom esensial gue ngomongin ginian
Cuman lagi-lagi. Men, gue udah pernah bantuin orang yang kelibet masalah ginian, Bro, gue udah bikin cerpen sedih soal ginian, wew! Dan gue pernah bikin free writing yang judulnya "cinta"... Dan gue masih bingung ngejawab pertanyaan tuh mas-mas pada-pada.

Oke, tarik nafas... hembuskan.. saya harus kembali on the track! ini resolusi yang harus di dapat sebelum kegatelan di permukaan otak ini tambah parah.

Yap! Pernah, mas Bunga! Sekarang deh, tar tar, besok saya keliling UB dulu, nyari-nyari, nggak gadhul bashar dikit, asal saya nggak cuma tau lewat tulisan orang aja. Tapi pengalaman juga.  Udah mana orang-orang ketawa juga pas dibilang, "Saya berpakaian kayak gini tuntutan fiqh, begini begitu juga tuntutan syar'i. Emang apan?" Sial. Benar-benar sial. Beeeh... pusing.


ReadingSmileResolution (edisi loncat)

Sudah cukup lama saya tak membuka laman blog ini. Agak sedikit kaku rupanya, seperti sebuah batu yang dipaksa mencair dan mengalir, yang ada terhanyut, tidur dan tenggelam. Ah, galau lagi. Hahahaa..

Padahal memang tak semestinya seperti itu, yaa.. akan ditampakkan aib mereka yang menghiasi diri dengan yang tak dimiliki. Dan dalam suatu kerangka yang tampak mengagetkan, saya pun mulai beranjak mengoreksi, jangan-jangan saya ini.. mm semoga saja tidak. Aamiin ya Rabb sesungguhnya Engkau sesuai prasangka hambaMu.

Saya coba menulis saja, sebuah nalar Buzan berkata bahwa tulisan adalah apa yang dituliskan, apapun itu. Bukan berniat membenarkan diri sendiri sih, hehehe... mentang-mentang sering stuck nulis. Cuma mencoba memotivasi diri sendiri. Hidup ini disetting bersama rezekinya, rezeki hati juga, yang hidup dan yang mati.

Jadi ingat, pernah waktu SMA saya berpikir meluncur (beneran luncuran banget mikirnya) soal mati dan bekal mati. Dan yaa... konklusinya memang terselesaikan dengan suatu energi yang tak tergambarkan, energi yang tak lagi saya rasakan di lini-lini nadi saat ini. Energi amal. Energi untuk mempersiapkan. Waktu itu, jadi begitu rindunya, mau bertemu Allah saja, hmmm sudah cukup cantik-kah dandanan ikhlas dan ibadah saya? Tapi waktu berjalan dan kini sudah - kira-kira - empat tahun terlewati, saya lupa kalau saya rindu juga. Hati keras, jadi batu yang suka marah dan memberontak. Kering.

Ah, dan setiap kali ujian macam ini datang, biasanya saya tahu ada yang tak beres. Sayang, kini saya sampai tak mampu lagi meneliti. Yang saya katakan kepada seseorang waktu itu, cuma kalimat bathil yang mungkin juga tak akan dipahami siapapun, I've gotta confused fever, just like I don't know what I've to said. Just like the bells ringing and I need to class, sit in, listening. I know nothing. Sebab saya-pun jadi tak memahami kata-kata sendiri.

Kita loncat - begitu definisi kebanyakan mereka tentang saya sekarang - ke masalah lainnya. Sebab saya tak ingin berlama-lama bercerita soal gangguan jin di blogger. -,-

Perjalanan hidup memang begitu berarti. Sebab sekalipun ia hanya 2 menit dalam batas bandingan dengan waktu-waktu akhirat, ia adalah medan pembuktian. Pernah juga liarnya luncuran pikiran saya berbicara soal tebak nuansa saat Allah menurunkan Adam alaihis salam dari surga. Hehe... oleh karena hanya diturunkan itulah waktu dunia dan akhirat jauh berbeda, sebab yang namanya hukuman itu pastilah tak ada yang selamanya. Suatu klausul mula akan datang pada asalnya, dan dunia ini yaa... bukan rumahnya manusia. Kita di uji keimanannya untuk dipilihkan surga atau neraka. Atas dasar friksi logic yang sesat kebanyakan ahli kalam - selain saya (itu juga saya bukan ahli cuma tau dikit --") - melanjutkan bahwa ini adalah pembersihan dosa Adam alaihis salam.. Naudzubillah.. padahal tak ada dosa yang terlimpahkan pula tak ada keterangan nashnya. Ya... begitu.

Memang keterlaluan kalau suatu ke-liar-an berpikir tidak diberi ilham hidayah dan potensi kehendak baik Allah terhadap seseorang. Termasuk saya mungkin. Ya, begitu banyak nikmat yang tak sanggup saya panjatkan syukur di selipan shalat dan doa-doa. Ya, Allah sungguh tiada luput bagiMu segala suatu apapun, MasyaAllah, Allahuakbar.

Setiap kali datang saat-saat kelam... kita tahu setelah ini ada hujan.
Setiap kali hati ini tak tenang, pastilah dosa yang amat besar membercak butuh air yang membasuhnya lagi.
Setiap kali begitu, hanya diriku sajalah yang datang kebathilan daripadanya.

Ya, tapi ku ingat murobbi ku berkata, bahwa ini bukan juga masalah kesalahan penciptaanku, Ya Allah Maha Suci Engkau
Ya, bahkan musyrifah ku berkata bahwa ini ujian keimanan yang tak akan diberikan pada orang yang tak mampu memikulnya
Mereka membesarkan hatiku

Sebab janganlah ada di antara ummat Muhammad yang meninggal kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Rabbnya...

Allahu Akbar walillah ilham

Wallahu warasulu 'alamu bi shawab

Tuesday, November 1, 2011

Prime Frame


Tanpa lelah, sebenarnya sebuah frame mengukur sistematisasi prestisiusnya setiap kali dibangun nuansa lelah di selipan kacanya. Dan ia berbicara tentang suatu prime dari frame beningnya. Frame kaca yang patah menggores luka, sarkastik, keras, sadis. Alur melankolis bagi tawanya yang sumringah. Memunculkan sebuah kuasa nalar yang meletuskan energi sebagai pribadi, sentrisme diri. Prime frame, primus interphares.

Saat interval nada-nada hidup menyemai bulir hikmah sebagai tanda. 

Sejatinya primus interphares menyuarakan rangkaiannya sebagai sasana cemerlang memukau. Hingga sampai jamur hilang di metafora dilematika berbaur panas dan lembabnya udara. Sebuah prime frame, primus interphares.

Ini kosakata dan desire yang nyata, dilunakkan dalam basa-basi dan tali temali jari-jari hati, buku-buku lini diplomasi yang terbang tinggi. Lalu kosakata jadi terlembaga dalam loker-loker mekanisme juang dan pikiran simpulnya. Lalu desire jadi lorong-lorong kubus dari batu yang disusupi niatan memengaruhi cahaya-cahaya, api dan lilinnya. Sebagai prime frame, primus interphares.

Berdiri menjejak saat turunan kaca dan integritas pionnya jadi tuan-tuan yang membelakangi empirisme data.

Ini soal prime frame. Mengalirkan warna sekalipun sejatinya ia tak tahu bau warna yang dihadapannya. Mendefinisi, terdefinisi. Jadi definan nutrisi hati yang menyeret dilematika pribadi, sentrisme diri. Prime frame, primus interphares.

Sarkastik, keras dalam wujud dan medium eternitas kepahamanku. Pion primus interphares.