Sunday, March 13, 2011

Petang

Kurasa, mungkin inilah bagian paling menarik dari kisahku tentang Abid. Bagian paling miris dan dramatis. Ya, walaupun aku samasekali tak mengerti awalannya, aku tak paham juga alur kejadiannya. Hingga yang kupahami kini, ya, baiklah, aku memang tak memahami apapun dan masih termenung saat kutuliskan ini. Semuanya berjalan cepat dan ekstraksi hikmah harus kukeringkan secepat mungkin.

Aku tak pernah tahu sebelumnya, bahwa kecendrungan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan itu benar-benar shahih adanya. Kecendrungan. Pilihan kata yang tepat untuk membuatku minta ampun setengah gila. Yang bahkan tega membuatku membuat karya aca-ucu macam ini.

Aku baru tahu juga bahwa seseorang - akibat kecendrungan itu - tak dapat tergantikan dengan sosok yang lainnya. Kuberi tahu kau diksi teoritisnya; bahwa itu bernama kesetiaan. Ya, ya, ya, kucoba mengira-ngira sendiri bahwa kedua kata "teoritis" itu sudah pernah kutemui sebelumnya, entah di Ar-ruum, An-nisaa, atau an-nuur. Oke aku memang tak mengerti alurnya. Dan ekstraksi hikmah harus kukeringkan secepat mungkin. Bahwasanya suatu persepsi bahasa nafs harus dipadankan dengan otak yang mencetuskannya.

Dengan begitu, aku harus kembali mendeskripsikan seorang Fathir Al Quraabid. Sebagai suatu untitas otak yang menerbitkan dua peristilahan itu demi memintaku menjadi istri keduanya. o_O"
Muhaadatsah paling konyol yang kubuat dengan seorang yang kusegani keunggulan ilmunya. FYI, aku mulai merasa telah menderivasikan diriku kembali jadi remaja puber 16 tahun! Cerita busuk macam ini harusnya bisa jadi hiburan buat tahun depan. Semoga saja.

Aku mungkin telah terperosok dalam khandaq yang kubuat sendiri. Soal dua makhluk Freudian. Tentang penanganan Histeria Bertha Papenheim yang berujung menggantung. Telah meng-internalisasi dalam diriku klausul-klausul sesat Sigmund Freud dan perpanjangan teknis psikoanalisis anaknya; Anna Freud. --" Semakin tega saja dunia ini. Semakin penjaralah bagiku.

Tapi kuduga, ini tak lebih parah dari seorang Abid yang berubah jadi orang lain yang tak kukenali saat meluncurkan dua frase mengerikan itu. Yang bahkan ketika kusampaikan protesku, ia menjawabnya enteng, "Yang seperti ini, selalu bisa membuat semua orang, siapapun, tak mengenal dirinya sendirinya lagi."

Apa yang sempat kau pikirkan tentang cinta sebelumnya? Bahwa kemudian aku jadi merasa terhina.

4 comments:

  1. entah kenapa tidak muncul lagi...kata2 yang membosankan itu. bagus2

    ReplyDelete
  2. intuisinya berbeda, itu setelah ana baca

    ReplyDelete
  3. pemahaman yang terpenjarakan.. (copas) di-floor-konkret-kan lah kak, intuisi seperti apa dan kata2 membosankan yg mana? hehe

    ReplyDelete