Wednesday, January 30, 2013

Saudara

Baru nyadar banyak film yang gue tonton akhir-akhir ini, refleksinya brotherhood semua..

Asik ya kalo kita punya kembaran, bisa pake kaos yang kembar, terus ngobrol panjang lebar soal apapun. Karena bersaudara, nggak ada yang perlu jadi rahasia.

Asik juga kalo kita punya kakak, bisa minta ajarin ini itu, minta bimbingan, punya ekstase berat soal "kerenistis". Karena dia kakak, jadi apapun yang dilakukan pasti keren-keren aja, kita kan belum melalui masa umur psikis dan fisik, dimensi idiil atau reflect mereka. Setiap orang, butuh orang kharismatik kan - mungkin.

Hmm... asik juga kalo kita punya adik, bisa dijailin, buat usil-usilan, diajak main, mecahin teka-teki busuk seharian atau gue transform jadi mutan gue, ngomong 4 bahasa sambil melakukan hal seru.
Karena kita beneran asli bersaudara kan, makanya nggak ada rahasia. Karena kita beneran asli bersaudara kan, makanya baik-baik aja. Karena beneran asli, kan. :)






Sunday, January 20, 2013

Wangi Hujan

Terkadang hujan punya wangi. Bukan wangi angin atau wangi tanah. Sesekali ia punya citranya sendiri. Wangi hujan.

Ini sejak semburat jingga di penghujung biru langit pagi terpaksa membuatku kembali melantunkan nada-nada melankolis, sebuah soundtrack yang tiba-tiba muncul. Memaknai bahwa peristiwa dan deret-deret pemaknaannya terlalu tinggi untuk disentuh sebuah kehinaan semacam diriku. Memaknai bahwa terkadang hatiku seperti kaca yang tak dapat memantulkan cahaya, sekedar mampu untuk pecah. Terkadang hatiku semacam hujan yang tak dapat menyuburkan, sekedar basah. Ya, terkadang hatiku seperti jingga di pengujung biru langit pagi, salah tempo, lukisan pinggiran.
Kaca yang hanya mampu pecah atau hujan yang sekedar basah. Bukan kaca jika tidak memantulkan cahaya, bukan hujan jika tidak menyuburkan tanah. Bukan salah jingga jika ia jadi lukisan pinggiran, bukan tentang salah tempo. Sekedar salah redefinisi, salah memaknai, katanya, itu wajar karena perspektif manusiawi kita begitu terbatas. Ah, ia begitu bijaksana.
Namanya air dan transliterasinya turun ke bumi. Mengantarkan atau diantarkan, hujan tak pernah tahu redefinsi dirinya, bukan? Sebab ia telah melalui sebuah konveksi panjang kesejarahan hidupnya. Menjadi dirinya, lalu menjadi bukan dirinya. Dari air menuju air yang jatuh dari langit.
Berperan, mengantarkan atau diantarkan. Bukan lagi sebuah dilematisasi perasaan tapi konveksi alam, keberlangsungannya, perwujudannya.
Entah, jadi dirinya atau tidak. Hujan tetap selalu punya wangi, wangi hujan. Wangi kegelisahan.
Sebab pada tariannya ia kembali pulang menuju yang bukan rumahnya. Sebab pada basahnya ia mencari makna menemui yang bukan kenalannya. Setulusnya keikhlasan yang melumer membuat kaku rasa-rasa. Hujan telah lama lupa dimana rumah dan siapa saudaranya.
Seperti dakwah siyasi, diseret-seret tribulasi faktual. Sementara mereka bilang ini dan itu sudah beres. Seperti nalar siyasi kontemporer, jokingnya. Sementara mereka bilang, "nanti kami syuro-kan dulu."
Sialan.

Saturday, January 12, 2013

Wangi angin

Wangi angin. Mungkin kasar bila kita memulai sesuatu dengan mengeluh. Bahwa terkadang rintik hujan bisa jadi begitu tajam dan kita terlupa bahwa ia telah menitik basah. Melupakan hakekat keberadaannya karena sensasi yang dibawanya.
Aku masih ingin berdialektika. Masih ingin begitu jauh memahami. Tentang wangi angin dan hujan yang merintik.

Bahwa paradigma umum itu bukanlah seumum yang orang-orang katakan tentangnya. Aku dan kau, dapatkan tulisan ini dengan berbeda. Membaca huruf-huruf hijaiyah lewat aktualita-aktualita yang berbeda. Tidak sampai hati menimbang-nimbang putusan ilmiyyahnya.

Bahwa membawa dan dibawa. Bahwa meminta dan memberi. Kadang kita dibawakan sebuah pembawaan. Sebuah kepalsuan, sebuah klaim, kekosongan pemahaman. Kadang kita memintakan pemberian. Asing terhadap kefakiran diri sendiri. Sebab pada titik itu, hati yang kotor lupa darimana ia berasal.

Ah, aku jadi merasa begitu hinanya. Ah, aku jadi merasa begitu kerdilnya.
Ah, aku jadi lupa bagaimana derivasi-derivasi itu merangkai sebuah kronologi.

Serumitnya wangi angin memberikan ruh pada hujan yang merintik. Semoga menjadikan hikmah begitu mudah untuk disemai.

Thursday, January 3, 2013

Something unusual

Mungkin itu yang asli namanya kecendrungan. Berhadapan dengannya, lalu berbincang tentang kebaikan. Berhadapan dengannya lalu bercita-cita.
Aku tak pernah tahu bahwa cenderung dengan seseorang itu bisa jadi semenarik ini. Mendoakan, melihatnya tertawa lucu, beritikad kuat. Iltizam yang tiba-tiba saja muncul dan berkata,"gue pasti bisa"
Ya, atas dasar iman dan mahabbahNya, gue pasti bisa syiar juga ! #go