Wednesday, February 23, 2011

Islam dalam Siklus Peradaban; Izzah dan Azzam Pendidikan

Oleh: Alfajriwasntd13
“Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya kepadamu semua, agar kamu suka berpikir tentang dunia dan akhirat” Qur’an Surah Al-Baqarah : 219-220

^o^

Manusia dengan akalnya bisa saja mengubah keterpisahan dimensi ruang menjadi jejaring lalu lintas informasi dalam dunia lain yang disebutnya dunia maya. Ia dengan cerdas bisa mengapungkan bandara di lautan. Ia bisa saja bertahan dalam dingin dengan menghangatkan dirinya dalam bangunan es. Ya, manusia memang luarbiasa hebatnya. Dengan sederetan prestasi yang digariskannya sepanjang sejarah peradaban, manusia memang telah membuktikan dirinya sebagai golongan makhluk yang dipilih untuk memikul tanggungan berat.

Sementara sebagian dari mereka mencetuskan serangkaian filologi tentang kehidupan. Mulai dari ajaran Anthisthenes tentang sinisme kesederhanaan hidup, diskusi Sokrates tentang ketuhanan, sampai Anaximenes yang menganjurkan matrealisme. Bersama dengan tiga nama tersebut, masih banyak pemikir lainnya yang telah menghias perkembangan teori bayi Adam; mencoba memimpin tujuan penemuan dan arah pergolakan pemikiran.

Baik mereka yang telah mempermudah dan mempertahankan hidupnya dengan teknologi nyata atau mereka yang telah mencoba merumuskan gumpalan kehidupan, sama; sama-sama manusia. Sama; sama-sama berakal. Sama; sama-sama menggunakan akal.

Perjalanan ketercapaian cita-cita manusia akibat penggunaan akal selanjutnya berimplikasi pada pola pendidikan ke anak cucunya – sebab ia mengikuti nalurinya untuk mengekalkan apa yang telah diperjuangkannya. Sementara perbedaan pilihan bentuk “kebaikan” yang dicetuskan para pendiri aliran ideology dunia telah mengantarkan kenyamanan modern pada sistemik pendidikan yang sarat susupan makna. Dan oleh karenanya, ummat muslim abad 21 harus lebih cerdas mengiring izzah dan kompetensi pemakmuran bumi berdasar pengajaran Tuhannya; yang manakah?

^o^

Sebelumnya, saya akan mengenalkan anda pada satu definisi, “Siklus Peradaban”. Ia adalah sebuah siklus yang kesempurnaan terjadinya akibat ketidaksempurnaan. Dimana layaknya sebuah perputaran yang tidak berhenti, peradaban selalu berganti dengan pimpinan sudut pikir tertentu yang dianggap terbaik di masanya lalu terbuang di kesudahannya.

Dalam pada itu, pastilah ada satu golongan yang memimpin golongan lainnya; sebagai pemegang mandat kebijakan dalam prinsip pikir peradaban. Tapi kemudian, pendidikan pemikiran oleh golongan yang memimpin tak sempurna di cerna yang lainnya. Hingga selanjutnya, putusnya rantai pendidikan konsep dasar peradaban pada golongan muda pastilah akan terjadi dan memicu terbentuknya siklus dengan pemikiran yang baru, dengan pengaruh baru dan gaya baru yang dianggap lebih ideal.

Sederhananya, peradaban adalah pusaran pangkal pendidikan dunia. Setiap masa pergantiannya adalah revolusi dunia, setiap pembaruannya adalah masa depan dan kesalahan terbesarnya adalah, ia tak pernah sangat-sangat sempurna untuk selalu bisa disempurnakan. Maka dengan berjalannya siklus peradaban, perpindahan pusaran pangkal pendidikan dunia juga akan selalu masuk dalam siklus.

Keberadaan siklus peradaban yang saya maksud bukanlah hanya sebagai khayalan belaka. Sebab kita telah sama tahu bahwa ayah manusia; nabi Adam as adalah orang pertama yang memegang kunci peradaban permulaan melalui pengajaran Rabb Al ‘Alim. Ketika Allah berfirman,

“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” Qur’an Surah Al baqarah:31

Dengan itu, Adam as telah dididik langsung untuk mendirikan konsep pemikiran dunia. Lalu apakah yang terjadi selanjutnya? Kita mengenal kenyataan telah pernah berdirinya situs Mesopotamia yang dilegitimate sejarah abad 21 sebagai salah satu bentukan peradaban tertua; yang menyembah Dewa Marduk pada masa kepemimpinan Hammurabi (1792 BC).

Ketika kita mendekatkan kembali pada konteks kisah nabi-nabi terdahulu, kita juga akan menemukan hal yang sama. Ambilah contoh ketika Allah berfirman,

“Apakah belum sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Samud, dan orang-orang setelah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah. Rasul-rasul telah datang kepada mereka membawa bukti-bukti (yang nyata), namun mereka menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian), dan berkata, “Sesungguhnya kami tidak percaya akan (bukti bahwa) kamu diutus (kepada kami) dan kami benar-benar dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu serukan kepada kami.” Qur’an Surah Ibrahim:9

Padahal mereka juga anak cucu seorang Adam yang telah dianugerahi Allah pengajaran konsep awal peradaban. Baik Hammurabi yang mengangkat dewa Marduk sebagai tuhan atau kaum terdahulu yang menolak refresh pengajaran tuhan, hanyalah segelintir kisah yang memperkuat aib manusia; lupa. Dan oleh karenanya, siklus peradaban benar-benar terjadi dengan sempurna.

^o^

Dengan mengambil asumsi bahwa pendidikan adalah asupan pemikiran dan pengetahuan yang diwariskan dan ditularkan satu manusia kepada yang lainnya. Juga dengan memaklumi kehebatan dan kreasi produk pikir manusia. Serta menyadari keberadaan siklus peradaban sepanjang kehidupan bumi, kita tahu bahwa pendidikan akan selalu mengikuti produk pikir manusia yang diseret siklus peradaban.

^o^

Lalu dimanakah kita?

Ditengah beribu macam produk pikir non hakiki yang saling berebut tempat di hulu sistem pendidikan. Ditengah dilemma antara kebanggaan memegang izzah dan merawat azzam keilmuan. Ditengah katanya, kita terbelakang.

Semua keterasingan kita dari nilai ke-Islaman yang notabene adalah refresh terakhir dari pendidikan langsung Tuhan terhadap Adam tidak bisa dipungkiri merupakan akumulasi perputaran siklus peradaban. Sebab kini, kita tahu begitu panjang daftar idealism yang ada di buku filsafat manusia. Idealism yang diharapkan menjadi pemimpin pendidikan pemikiran dunia. Idealism yang dengan sengaja atau tidak, telah menampilkan ke-alpa-an makhluk paling cerdas spesies manusia.

Lalu masih ingatkah kita ketika Allah merangkul penuh cinta dengan ayat IlahiahNya,

“Maka berikanlah berita gembira kepada hamba-hambaKu yang mendengarkan ucapan lalu mengikuti mana-mana yang terbaik dari ucapan-ucapan itu. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh petunjuk Allah dan mereka itu pulalah orang-orang yang mempunyai akal pikiran.” Qur’an Surah Az-Zumar:17-18

Dari sini, kembali-lah prinsip tarbiyah pemikiran yang dituntun Tuhan. Dan pantaslah keniscayaan Al-Qur’an abadi selamanya. Bahwa dengan kasih, Allah memberikan konsep pendidikan dasar orang Islam; mengikuti mana-mana yang terbaik. Konsep yang telah diturunkan sejak empatbelas abad yang lalu, saat orang terdahulu belum tahu bahwa di masa ini, banyak ucapan tentang kebenaran bersebaran; ucapan-ucapan tentang hulu pikir yang dianggap ideal dan bisa menggadai harga sebuah agama.

Maka sesungguhnya amat sayanglah bila azzam keilmuan dianggap bertentangan dengan izzah ke-Islaman. Ingatlah, Ibnu Sina yang membuka jalan penemuan kedokteran. Ingatlah, Khalid bin Walid yang cendikiawan perang. Kemudian ingatlah, perpustakaan Abbasiyah yang musnah. Kemudian ingatlah, universitas Cordoba yang dihapus kesejarahan masa kini. Kita memang telah ada di bagian pinggir peradaban, ketika pendidikan musyirikin menelan konsepsi kebenaran.

^o^

Sebuah siklus memang mengabadikan ketidakabadian. Ia menjadikan serangkaian momen besar menjadi pangkal revolusi. Dan sepertinya langit sudah bosan menonton perputarannya.

Sebuah siklus memang menjadikan ‘sesuatu’ di atas dan di bawah di masa yang lain. Dan saat ini, di saat izzah Islam dan azzam keilmuan dijadikan momok besar bagi para calon ilmuwan muslim; bukankah menunjukkan bahwa kita ada di bawah roda perputarannya? Dan keniscayaan akan kembalinya kita berada di atas kepemimpinan corak pendidikan dunia tak perlu lagi diperdebatkan sebab Allah-lah yang telah mejanjikan kemenangan – dan bukankah kita telah melihat masa cemerlang Rasulullah saw? Mudah saja bagi Allah untuk mengulanginya lagi. Tapi camkanlah sahabat, apakah kita memilih menjadi orang-orang yang menyia-nyiakan karunia akal dan menjadi yang paling belakang di barisan perputaran siklus? Ataukah kita rela bersusah untuk mengganti segala demi wajah Allah di surga?

Orang banyak berkata, Islam tengah tertidur dalam keterpanaan produk pikir musyrikin. Jika mereka berkata, hapuslah kalimat Allah seperti terhapusnya perpustakaan Abbasiyyah. Dan mereka terus berkata, bakarlah kecintaan pada Rasulullah seperti terbakarnya Cordoba. Dan mereka masih berkata, pemuda Islam telah jauh dari pengajaran Tuhannya, telah jauh dari Rasulnya, telah lupa AlQur’an sebagai pencahayaannya.

Maka kita memang ummat penghujung peradaban yang akan mengiring izzah dan kompetensi pemakmuran bumi dalam refresh pengajaran Allah di awal penciptaan Adam as. Maka katakanlah; saya berakal dan saya Islam; saya akan merawat izzah ke-Islaman dan memperkuatnnya dengan azzam keilmuan.

^o^

“Allah yang mengutus rasulNYa dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk memenangkannya di atas seluruh agama dan cukuplah Allah itu sebagai saksi.” Qur’an Surah Al Fath:28

No comments:

Post a Comment