Detik menjelang pangkal leher detik berikutnya. Di usapkan di jemari kata gelisah nan berwibawa, ujarnya pelan mengiris. Begini, seorang sufi begitu liciknya menari dan membuat dosa sendiri. Begini, Ibnu Arabi tak pergi berperang bersama Muhammad Al Fatih Sang Pemberani.
Detik menjelang pangkal leher detik masanya. Di gulirkan sepanjang cerita indah si kata-kata gelisah nan berwibawa. Besok aku akan mati. Besok aku tak menemuimu lagi. Besok tapi besok tak akan kembali lagi. Untuk hari ini.
Detik menjelang pangkal leher detik selanjutnya. Di patahkan panah olehnya, dipukulkan hingga habis mengucur darah dari nadinya. Ah, detik. Detik ini.
Detik menjelang pangkal leher detik kesudahannya. Sejatinya titik pangkalku tak pernah ada udara menuju ke kepala. Sejatinya titik musnahku tak pernah ada darah menuju ke pelupuk mata. Tak demikian adanya.
"ketika tulisan lu bisa dipahami, pembaca yg ngebaca tulisan lu malah pergi
gw ngebaca tulisan lu bukan buat di mengerti, karna gw nyadar, percuma gw maksain diri buat ngerti
tapi ya karna itu, untuk tidak dimengerti tulisan lu dibaca
tapi tetaplah bukan berarti dengan begitu tulisan lu kayak permen karet
ya gak gitu" my 'sister', haha
No comments:
Post a Comment