Showing posts with label puisi. Show all posts
Showing posts with label puisi. Show all posts

Friday, November 23, 2012

Ilalang

Sebab tulisanku tak lagi berharga.
Sayap ilalang. Sayap terbang tanpa kekuatan.
Sayap ilalang. Ilalang terbang tanpa arahan.
Sayap ilalang. Terbang. Angkasa pudar meracau sendirian.

Ini tentang sayap ilalangku.
Dijadikannya sayap ilalang sungguhan.
Gila durjana. Mati durhaka sampai ke akar-akarnya.
Aku tak terpesona tapi jatuh tanpa makna. Ke tanah.

Tentang sayap ilalangku.
Dijadikannya sayap ilalang sungguhan.

Sebab tulisanku tak lagi berharga.
Putih ilalang. Putih merona tanpa warna.
Putih ilalang. Ilalang merona tanpa kecendrungan apa-apa.
Putih ilalang. Noda. Kecil menghilang meracau sendirian.

Ini tentang putih ilalangku.
Dijadikannya putih ilalang sungguhan.
Mesra. Lembutan asa menarik segalanya tanpa permisi.
Aku tersihir setiap kali hampir menyihir kembali

Pergi, pergi ke lain ruang dan waktu.

Monday, September 19, 2011

Revolusi Ilalang

Revolusi Ilalang
oleh : Alfajri

Aku mulai berani berkata "aku". Sebuah titian dalam rujukan khas diriku. Sebuah langkah-langkah biru yang melukis pelangi unitas hati yang masif membatu. Dan ia, "aku" jadi seseorang yang lain yang tak merangkum kata-kataku.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Itik kecil mendayu darat dari cangkang cicitnya
Menetaskan dirinya dalam nyawa hidup pribadinya
Itik kecil mencari makan di rumputan ilalang
Sebab cangkang akan patah bila diinjak kaki
Dan ia menyelamatkan sekujuran sendirinya

Maka
kabarkan kepada kaum pengemis dan gelandangan
karena koruptor masih bebas gentayangan
karena hukum sulit ditegakkan
karena keadilan niscaya digadaikan
maka yakinlah, tuhan akan melaknat mafia peradilan
dan kaum revolusioner tak 'kan tinggal diam
menyeret koruptor ke tengah lautan
untuk ditenggelamkan!

Oleh sebabnya kau ada disini
karena pengemis keadilan ada sisian kanan kirimu
Oleh sebabnya jiwa bangsamu merah putih
karena lalulalangnya para hati jalang bebas menutrisi hingga ke dalam-dalamnya sanubari
karena revolusi selalu digemakan
karena revolusi sekedar basa basi di busa-busa bisa para diktatoral sasana
Revolusi ilalang

Sementara itik kecil masih mencari-cari jati diri
Ini perihal suara binatang lain
Yang lebih tinggi dari ilalang kiri
Sejatinya awan putih berserak seragam mewarnai
Itik kecil masih menyelamatkan dirinya sendiri

Maka
kabarkan kepada para janda di rumah-rumah singgah
kabarkan kepada para tuna wisma yang tak lagi kenal bahasa alfabetmu
karena katanya mereka sekedar wanita tua renta
karena katanya mereka tak lagi bisa apa-apa
Sampah! Masalah negara
maka yakinlah, tuhan akan melaknat para dukun yang mendekatkan kecurangan dalam akar nadi para culas
dan kaum revousioner tak akan tinggal diam
menyeret para culas sesumbar ke tengah lautan
untuk ditenggelamkan!

Oleh sebabnya kau ada disini
karena rumah-rumah singgah itulah dirimu juga
Oleh sebabnya kini garudamu kalah tinggi dari satelit satelit NASA
karena berbicaranya para naif, bebas menutrisi hingga ke dalam-dalamnya sanubari
karena revolusi selalu digemakan
Revolusi ilalang

Bukan, bukan revolusi ilalang dari mata-mata kotor para mata yang sok berkuasa
Bukan, bukan revolusi ilalang yang terbang jauh sendirian
Bukan, bukan revolusi ilalang
Bukan revolusi ilalang yang runtuh penghabisan masa berlakunya hijau muda
Bukan revolusi ilalang di perbatasan merunduknya dilematika kuning tua

Oleh sebabnya kau ada disini
Sesegeranya itik kecil menahan patri di hatinya
Sesegeranya itik kecil memecahkan cangkang dengan independensi injakan kaki

Sesegeranya dirimu bangkit dan bersuara, HIDUP MAHASISWA!

Thursday, July 14, 2011

Jatuh Cinta

Aku jatuh cinta
Di lembutan pematang sawah yang menghampar sejauh pandangan mata
Ketika lusuh di semai padi-padi bulir tampah
Lalu suara mesin menggiling menghamburkan dalam dilema kerja nelangsa

Hingga aku benar jatuh cinta
Dalam derunya
Di senja yang mengiring awan putih pergi
Seperginya ia tak kembali

Di pematang sawah, kulihat di kejauhan
Seperginya ia tak kembali
Sekedar ilalang yang merangkul ujung gaun putihnya
Terbang ke penghujungan saup mataku,

Tak tergapai cinta, telah jauh masa
Di pematang sawah

Tiba di serangkaian tatap bisu dan gelayut mata sayu
Tiba di sejurusan lambai tangan pasi yang menjauhi
Tiba di hatinya, tiba-tiba sunyi

Aku benar telah sungguh jatuh cinta
Sesungguh benarnya yang sesungguh-sungguhnya kebenaran itu

Mati suri
Ditinggal sejauh ia tak kembali
Di balik kuasa nelangsa mesin kerja
Di balik suara bulir tampah padi yang jatuh menyampah

Wednesday, May 4, 2011

Puisi Laut

Laut berdecak kedinginan
Menggerutu dengan deru konyolnya
Katanya, “Gelap!”

Manusia berdecak kedinginan
Mengerutu dengan batin busuknya
Katanya, “Diam!”

Laut menyahut diam
Menari membiarkan
Mencium bau udara di malam
Yang gelap diam

Laut berdecak kedinginan
Menyatakan inginnya
Ketika manusia berdecak kedinginan
Dan berteriak, “Diam!”
Kepadanya

Wednesday, December 29, 2010

Seems like I was not me,

Cinta

Aku tak pernah tahu sebelumnya, bahwa mengawangkan pikirku untuk seseorang adalah tindakan paling murah hati yang pernah kulakukan. Sesuatu yang kulakukan tanpa tabel timbangan baik-buruk yang biasa kubuat. Ini memang tindakan paling murah hati yang menghanyutkanku, tanpa pikir, tanpa hasrat untuk menang. Tanpa menangisi kerugian diri karenanya, tanpa kesombongan atas kelemahan diri karena membutuhkannya.

Mungkin ini yang dimaksud melembutkan hati. Bahwa karenanya, hilanglah duka sementara, melayanglah pragmatisme hukum manusia dan pulang kampunglah keangkuhan ke gubuk setan.

Aku benar gila mencinta. Aku suka merah muda. Aku memeluk erat balon-balon dinamika lukisan. Aku bernyanyi. Aku menari. Aku berpuisi. Aku menikmati lekukan jingga sore hari.

Dan menangis atas ketukan cinta di pintu hati, begitu kuat. Dan di saat ia benar telah berhasil membukanya, aku telah jatuh pingsan melihat wajahnya. Kehadirannya telah menjadi bentukan nyata manis ungu pesonaku. Dan karenanya, telah habis sari bungaku, tak akan mengawan lagi. Tak akan dibawa angin kemarau besok pagi; tak akan lagi di curi serangga musim semi.

Bila saja aku Laila dan dia Sayyid Qais Sang Pemberani. Dan aku Fatimah lalu dia ‘Ali. Dan aku bidadari lalu dia penghuni baitul jannah. Kami di rahmati Rabbul Izzati.

Aku telah bermurah hati. Dan dengan airmata malam ini, aku telah dipaksa bermurah hati oleh Tuhanku.
Aku telah banyak terpesona. Dan teriring doa subuhnya mentari, aku telah dipaksa menghinakan diri sendiri.
Aku telah dipaksa bermurah hati untuk cinta manusiaku; dipaksa menghinakan diri sendiri. Telah digenggam kencang hatiku olehNya, diluluh-haluskan, dicabik sebagiannya untuk dibawa di belakang kepemimpinan hatimu. Telah di tarik pembuluh angkuh-ku; kini ia menjerit memohon dengan kesakitan.

Oh, Rabbul Izzati, Engkaulah Yang melakukan
Oh, Rabbul Izzati, Engkaulah Yang melakukan
Oh, Rabbul Izzati, Engkaulah Yang melakukan
Oh, Rabbul Izzati, Engkaulah Yang menulis jalan cerita
Oh, Rabbul Izzati, Engkaulah Yang mengajarkan
Oh, Rabbul Izzati, Engkaulah kelembutan
Oh, Rabbul Izzati, Engkaulah kecintaan
Oh, Rabbul Izzati, Engkaulah kesetiaan
Oh, Rabbul Izzati, Engkaulah kekuatan

Kini, telah dicabik hatiku olehNya. Direnggut pintu-pintu isiannya. Tak akan ada pangeran lain yang bisa memasukinya. Diterbangkan untuk dibawa berjalan di belakang kepemimpinan hatimu. Ia jundi-mu. Ia menangisi kesakitanmu. Ia akan memerah muda mendengar kata manismu. Tapi ia jalan ujianku, sebagai pengajaran Tuhanku. Maka, bijaksanalah pemimpin. Karena ku rangkaian bait-bait ini dengan cinta. Sebagai wanita.

Agar hilang kekuatan kalian

Begitu banyak warna disini. Terlalu banyak perbedaan. Terlalu banyak keterbatasan.
Begitu banyak pencahayaan. Terlalu banyak langkah. Terlalu banyak tujuan.
Begitu banyak bentuk noda. Terlalu banyak dosa. Terlalu banyak tinta hitam.

Maka manusia Cuma bisa terperangah menatapinya
Lalu manusia Cuma bisa menjajaki kebiru-an perenungannya
Hingga manusia Cuma sekedar pergi karena bosan dengan kata cinta

Ketika pewarnaan hanya sebuah goresan krayon interpretasi dungu miliknya
Kemudian jadilah ia pelukis konyol yang tidur menganga memeluk karton lukisnya
Lupa pada pallet dan cairan pelangi membanjiri gonggongan busuk samudera khayalnya

Maka manusia Cuma bisa tertawa dalam gerogot borok kakinya
Lalu manusia Cuma bisa meringis mengais sisa airmata cinta
Hingga manusia Cuma sekedar luka; katanya karena Tuhannya

Dan redupan lilin telah lelah menyala
Ia begitu kecil, hancur luluh menenggelamkan dirinya sendiri
Ia begitu kecil, ditiup, whooos! Mati bunuh diri

Maka manusia Cuma bisa merengut manja
Lalu manusia Cuma bisa merajuk merasa sendiri
Hingga manusia Cuma sekedar gila; katanya karena Tuhannya

Seandainya suci tak pernah ada
Agar dunia tak kenal penodaan kesucian
Agar keberadaan tak perlu repot menunggu ketiadaan

Maka dengan pintarnya, dia semua memang bodoh
Lalu deru-nya berembus dingin, pahit, ada debu menyala di kejernihan
Hingga yang jernih selalu tampil dengan noktah

Kuatkanlah, agar hilang kekuatan kalian!

Celoteh Cinta

Celoteh Cinta
Oleh: Alfajriwasntd13

Rintik cahaya telah lelah merangkai senyum tentangnya
Dia sudah bosan dengan bau busuk kisah cinta
Seringainya telah layu untuk cerita manusia
Telinganya tuli dengan ulangan peristiwa

Redupan alam telah kaku membisu
Dia benci jadi lukisan kata di syair para pecinta
Warnanya telah pudar untuk hitam yang dipuja
Bentuknya telah hilang atas keanggunan

Semua telah tua ketika manusia berbicara cinta
Semua telah lelah ketika cicitcuit pertalian romantika mengaliri sungai kehidupan
Semua telah bosan

Ketika jalannya kisah lebih berkelok dari ruasan dalam samudera hindia
Ketika rasa telah mengawan untuk sebuah kebasian yang disegarkan
Ketika Cuma bisa mendengar kisah lalu meninggal dunia
Cuma bergidik lalu mati dengan tawa pedih

Cheddar

Cheddar
Oleh: Alfajriwasntd13

Mereka katakan, bahwa hujan telah basah tanpa air
Lalu serapan cahaya bulan cuma bisu mengerdil
Terbelalak; MATI
Indah itu tanpa cacat
Dan benar ialah sinaran relativitas persepsi kontemporer
Omong kosong!

Bicara?
Ketika itu mulut anda memang berkata-kata
Rasakan, getaran kotak suara anda; samakah dengan saya?
Ha-ha. Simbolisasi semata
Dikotomi siklus tanpa ampun; luarbiasa gila

Cangkir putih bercerita, tentang pagi ini
Teh hijau bersenyawa dengan gula
Kata manusia; manisnya

Ia berbahagia atas makarnya
SEdang ceria tak selalu berarti bahagia

Menginduksi fakta
Membangun generalisasi warna
Lalu kausa halal jadi baku,
Formil atas deduksi bangun bentuk

MUngkin mereka lupa,
Atau rantai logika-nya telah ada yang patah

Sebab tanah jadi basah karena air
Dan layaknya patut di-amini,
Bahwa yang seperti ini; bulan
Bulat di kejauhan, cacat di permukaan
Alaaaah memang anda tahu apa tentang bulan?
Mungkin saja di dalamnya, gumpalan keju cheddar raksasa
Ha-ha. Simbolisasi semata
Dikotomi siklus tanpa ampun; luarbiasa gila

Whoaaam! Saya mengantuk!
Kalau bisa, tidur untuk selamanya.