Wednesday, April 27, 2011

Gonna change my mind

Segala puji bagi Allah Rabb As Salam, Tuhan semesta alam. Tuhan sesembahan Rasulullah Muhammad, sulut cahaya akhir zaman. Tak ada-lah lagi tendensi sempurnanya siklus sujudnya jagat selain mengagungkan namaNya. Tak ada lagi ketundukan dan pembelaan selain kepadanya.

Seorang pendiri mazhab psikologi humanistic; Abraham Maslow, telah dengan sedemikian rupa merumuskan hierarki kebutuhan manusia. Sebuah tanggaan yang dipersepsinya sebagai unitas asasi dari fase-fase metamorfosa bayi adam. Sekaligus pemetaan yang menstratifikasi manusia dalam kuncian-kuncian kotom orientasi.

Maslow’ hierarchi of needs
, sebuah nama mewah untuk sebuah teori yang jadi pijakan banyak percabangan pemikiran setelahnya. Di dalamnya, ter-uraikan konsepsi keterbutuhan bertingkat, dimulai dengan kebutuhan fisiologis,keamanan, social, penghargaan dan aktualisasi diri. Selanjutnya di luar semua kritik atas derivasi yang berbenturan di lini validitas pemetaannya, ia tetap sebuah utuhan teori yang dianggap paling solutif sampai saat ini. Dan juga, di luar kesuksesan justifikasi atas semua kritik, teori ini pun tetap tak relevan dalam ranah rumusan pragmatis.

Sebab ia tak bisa merangkum bingkisan orientasi dan motivasi penulis dalam merampungkan esai ini. Jika dilihat dari sudut pencukupan kebutuhan fisiologis atau keamanan, esai ini samasekali tak berhubungan secara simultan – mengingat orangtua yang mengirim uang bulanan dan Indonesia yang sentosa tanpa perang. Sementara dari sudut social dan penghargaan, juga samasekali tak berasosiasi sempurna – mengingat jaringan social pribadi yang tidak terkena dampak serius dari peluncuran atau tidaknya esai ini. Lalu tentang aktualisasi diri? Ini yang rumit. Ini pertanyaan sulit. Dan rupanya, disinilah juga runutan teori Maslow yang incomplete. Sebab ke-empat tangga kebutuhan yang sebelumnya adalah juga temali dari kesadaran atas aktualisasi diri pribadi.

Sederhananya, esai ini adalah sebuah bingkisan ketulusan atas niat pembelajaran. Sebuah orientasi atas ter-rekrutnya isian loker-loker pemikiran. Sebuah motiv pembenahan atas nalar yang salah dan pembukaan ruang persepsi bagi para intelektual kampus.

WANITA DAN DUNIA : BENTANGAN DIALEKTIKA RASIONALISASI RASA DALAM ALAM FITRAH
Sebuah puzzle kata oleh seorang wanita muslim

Kurangkaikan, bait-bait kata di lingkupan ketundukan atas Illah Yang Maha Tinggi. Dalam sisipan kerinduan untuk perjumpaan di kepulangan. Kurangkaikan, bait-bait kata untuk qudwah Muhammad SAW. Dalam titian ketaqwaan untuk temali zaman yang menyatukan.
Kusampaikan doa, untuk saudaraku sekaligus initiator yang namanya tak perlu kusebutkan :D

Terkadang memendam ego yang begitu tinggi
Terkadang menyeruakkan airmata terdalam
Wanita... seakan sulit ku menggambarkan kondisimu
Begitu rapuh dan tak bisa luluh seketika
Idealisme tinggi tersulutkan rasa dalam hati
Tak mudah di terka, sulit di mengerti
Cerdas namun terkadang lambat
Manja tapi terkadang beringas
Tegas tapi begitu lembut
Sulit di mengerti apalagi disamakan apa yang namanya persepsi
Wanita... seribu bahasa maka seribu tanya pula

Wanita dan Dunia

Wanita, ialah suatu bentukan istilah yang niscaya mengantar impuls otak kita pada serangkaian kerumitan yang manis. Lebih dari itu, ia jadi bagian nyata dalam sisian kanan-kiri utuhan hidup warga dunia. Maka ia istimewa. Entah sekedar dalam narasi istilah dan perspektif rujukan katanya atau dalam analisis praksis tentang deskripsi entitasnya.

Senandung dan lukisan adalah dua material seni yang tentunya selalu jadi rumusan keindahan. Keduanya dipahami sebagai bingkai rasa penggubahnya. Selanjutnya lihatlah senandung cinta yang dikabarkan setiap penggubah kata-kata. Bahwa disana, wanita jadi inspirasi yang mencahayakan sekaligus artesis permasalahan. Mereka – para penggubah lagu kata-kata – tak akan lepas dari tema cinta layaknya tak mampu berlari dari istimewanya wanita. Selidikilah hasil karya para profesional penuh dedikasi sosial sekelas Iwan Fals atau Ebiet G Ade, tentu kita bisa menyebutkan sederetan judul lagu tentang peng-istimewaan makhluk yang dicipta dari tulang rusuk ini. Sementara menelisik lebih jauh tentang lukisan cukuplah kita sama tahu bahwa sampai abad 21 ini, lukisan wanita Italia bernama Monalisa tetaplah jadi bingkai karya yang paling fenomenal di kalangan seniman lukis dan penikmat karya seni. Sehingga dari sini, dapatlah dikatakan bahwa wanita memang istimewa. Bahkan hanya dalam narasi istilah dan perspektif kajian katanya; mereka indah.

Di sisi lain, sejarah telah mengungkap fakta bahwa dahulu wanita di persepsi sebagai sejenis manusia gagal yang tak berharga. Dahulu katanya, mereka kotor karena haid-nya. Mereka tak berguna karena lemahnya. Selanjutnya, mereka hanya jadi objek diskriminan perputaran zaman. Orang-orang Arab mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan mereka. Orang-orang Yunani menujukan kutukan pada para gadis, sebab mereka dianggap sebagai setan-setan yang menjijikkan. Orang-orang Romawi memperjualbelikan dan menukar putar istri-istri mereka. Ah, teganya. Tentulah mereka telah lupa tentang sesosok manusia penuh cinta yang dulunya melahirkan dengan susah payah.

Sejalan perkembangan dan dinamika pembaruan pengetahuan tersampaikanlah sebuah kalimat tinggi dari seorang suci. Beliau, Rasulullah Muhammad SAW, melanjutkan seruan isi agamanya di tanah tandus Arabia, bahwa ibu tiga kali lebih patut di angkat kemuliaannya daripada ayah. Lalu Khadijah binti Khuwailid yang disebut-sebut namanya penuh kerinduan saat beliau berkurban belasan tahun setelah kepergiannya. Juga 'Aisyah binti Abu Bakr yang kesuciannya dituliskan dalam bait-bait An-Nuur, Al Qur'anul Karim. Wanita kala itu, jadi entitas yang dijaga kehormatannya, yang penodaan atas hijabnya adalah ultimatum perang. Dan kesempurnaan istimewanya sampai-sampai menjadikan Nusaibah binti Kaab menghadap Rasulullah untuk mengadukan perimbanganya.

Setelahnya, dikenal juga sejejeran Elizabeth, Ratu Inggris. Atau Wilhemina, Beatrix dan Juliana, Ratu Belanda yang menggantikan era moyangnya, pangeran dan raja bergelar William. Lalu lahirlah cahaya dalam gelap, Kartini. Hingga Indonesia mengangkat Megawati Soekarno Putri di salahsatu episode kesejarahannya. Atau Benazir Bhuto yang memimpin Pakistan dalam dua gelombang ke-perdana menteri-annya. Sehingga dari sini, dapatlah pula dikatakan bahwa wanita memang begitu istimewanya. Bahkan dalam perjalanan dinamika analisis praksis tentang deskripsi entitasnya.

Puzzle Satu : Bentangan Dialektika

Rumit, ya, itulah mungkin kenyataan yang memasifkan bentuknya dalam setiap pembicaraan mengenai wanita. Dinisbatkan ia sebagai tulang rusuk laki-laki. Ditinggikan ia sebagai ibu. Dikutuk jugalah ia atas kerusakan moral yang melanda
menyempurnakan juga bisa jadi belati yang mematikan. Dikatakan mereka, wanita bisa jadi permata yang menyempurnakan juga bisa jadi belati yang mematikan.

Kajian psikologi belakangan ini membentangkan suatu konsep dwi bagian abstraksi kemanusiaan, yakni emosi dan intelektualitas. Perpanjangannya, disebutlah golongan wanita ini sebagai jenis manusia yang cenderung dalam sisi emosional. Sebab ia begitu penyayangnya, sebab ia begitu mudah luruh tangisnya. Sebab ia disebut wanita karena bingkisan perasaannya yang dalam. Dalam unitasnya, setiap wanita adalah dialektika dalam dirinya sendiri.Dibentangkan di balik asas-asas karakteristik citra kecantikannya. Mengakar dalam rumusan takdirnya, bahwa ia memang seorang wanita tatkala – di samping sebab alasan biologisnya – tercitrakan bersama runutan emosi yang lebih.

Puzzle Dua : Rasionalisasi Rasa

Perhubungan berikutnya adalah mengenai keseimbangan penyelesaian setiap stagnasi permasalahan yang menemuinya. Sebab kita sama tahu bahwa kehancuran era Romantik adalah sebab pengabaiannya atas orientasi nilai pembenaran rasional. Karya Shakespare yang mengagumkan itu telah menghalalkan pemberontakan atas nama perasaaan yang di anggapnya kekuatan. Di dalamnya di halalkan pula membunuh diri karena rasa. Penghalalan hal haram atas nama perasaan telah melebur zaman ini jadi literature yang sekedar dikenang sebagai sejarah pemikiran.

Lalu lihatlah bagaimana romantika selebriti yang tengah menggejala akhir-akhir ini. Dimana wanita jadi focus show dilemmanya. Tentang Utami Mariam Siti Aisyah, istri Pepeng yang begitu setia mendampingi suaminya yang terkapar sakit. Atau tentang artis wanita super tenar yang menikah dengan laki-laki lain setelah meninggalkan suami dengan dua anaknya. Di luar semua ketidak-valid-an data atas dramatikal kisahnya, anggaplah jika memang ada dua versi kisah mengharukan tentang wanita, manakah yang akan anda pilih sebagai doa? Maka kini rasa bisa jadi begitu cantiknya, tapi masihkah, jika bunda Utami tidak merasionalisasi pertimbangan perasaannya sehingga meninggalkan suaminya? Padahal jika ia mau, tentulah kasih bisa dikebelakangkan dengan alasan ketuaan atau ketidakberdayaan. Tapi ia tidak, ia seutuh-utuhnya wanita, yang cerdas merasionalisasi rasanya dalam ikatan jadi antara ia dan Ferrasta Soebardi, suaminya.

Sehingga tak mungkinlah seutuh-utuhnya wanita yang walaupun memberi kecondongan pada pandangan intuitif, menjalani setiap refleksi bagian hidupnya dengan menekuri dan menangisi tanpa henti. Disinilah rasionalisasi rasa yang berkali-kali dilakukannya untuk mengontrol objektifitas dalam jalan solutif. Ia rupanya haruslah menjadikan perasaannya sebagai mahkota dengan tetap mempertahankan posisinya di kepala.

Puzzle Tiga : Alam Fitrah

Setidak-tidaknya 55 ayat Al Qur'anul Karim memuat peristilahan wanita dalam berbagai derivasinya. Dimulai dari perlindungan atas wanita dan pengkhususan atas peruntukkannya hingga pengutukan atas wanita yang menyihir di kejauhan lewat buhul-buhul. Al Qur'an telah merangkumkan segala konsepsi ushul fitrah yang merujuk keharusan atas impact kekhususannya, refleksi dan pembagiannya.

Dalam pada itu, termaktub dalam salahsatu ayat Al Qur'an bahwa, ter-ilhamkan kepada manusia sisian fujur dan taqwa yang kemudian perpanjangannya disebut rasulullah SAW sebagai hati, dimana apabila baik hati ini maka baiklah semua lini diri dan sebaliknya. Ya, inilah fitrahnya, inilah hati. Sebuah mekanisme rasionalisasi rasa yang menjadikannya bentangan dialektika dalam setiap wanita dan dunianya. Alam fitrah yang disebut hati inilah server untuk semua masukan simbolisasi emosi dan rasional. Maka mengembalikan wanita pada kefitrahannya, ialah bukan dalam suatu pandangan sentimental bahwa ia sekedar pelengkap laki-laki yang walaupun disamakan kedudukannya tapi ditepikan peranannya. Tak ada kekurangan darinya. Ini hanyalah masalah perbedaan yang sempurna kejadiannya.

Puzzle Empat : Sempurna

Bahwasanya segala kerumitan akan berujung pada manisnya pengkhususan. Bahwa fitrahnya telah meninggikannya. Menjadikan ushul kejadiannya sebagai jalan bagaimana ia seharusnya. Ya, ialah wanita tatkala menjadikan perasaannya sebagai mahkota dengan tetap mempertahankan posisinya di kepala.

Setelah fitrah memadamkan sinisme atas perhubungan dan perbandingannya. Sebab sebenarnya ini hanya masalah beda. Beda dalam isian perimbangan kejadian. Beda dalam proyek penikmatan sunnah ilahiah. Sempurna.

BEHIND THE SCENE

Sebuah perlombaan memang tak pernah terlalu menarik bagiku. Ketika mereka katakan, bahwa agama ini pun mengajarkan untuk saling berlomba-lomba. Dibahasakan mereka padaku, "fatabiqul khairaat". Ya, aku mengerti. Ya, kalian dan orang-orang sebelum kalian telah membantuku mengilhami.

Tentang kemenangan, ya, busuk.
Lalu apa setelah kemenangan yang menjatuhkan?

Sebuah peperangan perimbangan yang banyak menyita waktuku empat tahun terakhir. Setelah dinyatakannya kemenangan dua medali yang kudapatkan dengan mudah. Setelah tangis pecah karena para "pejuang" terkalahkan oleh seorang "pemalas brilian". Haha. Gila. Hidup memang kadang membingungkan.

Dan aku mulai bertanya... Suatu mekanisme jagat dan semesta. Ya, tak kusangka. Kembali lagi jadi seperti ini.

Lalu beliau kembali berkata, "Wah hebat, ya, usaha dikit aja menang."
Di tepian para "pejuang" yang tak menang.

#trauma

Hmmm.. ya, terserahlah. Ini sebuah standarisasi pikir seorang bocah rebellion saja. Bagaimana menurut anda, sahabat? :)

2 comments: