Tuesday, October 4, 2011

Amnesia Kaum Iron Stock di Barisan Akar Rumput Polis Kampus


Tanpa titik, langit sejarah bangsa telah mengenal mahasiswa sebagai satu komunal strata masyarakat yang tak dapat diindahkan keberadaannya. Mahasiswa telah menyumbang banyak bantingan stir bagi fase-fase kehidupan reformasi Indonesia. Mahasiswa telah terlanjur menjadi salah satu pion yang bermain dalam percaturan politik Republik Kesatuan ini. Ia telah basah untuk selanjutnya mengekstraksi segala hikmah perjalanan drive on-nya di masa lalu. Alhasil, kini mahasiswa juga punya dunia “kebangsaan” dan “perpolitikan” tersendiri. Sebuah polis kampus yang kemudian ber-metamorfosa menjadi semacam simultansi effect dari prosesi miniatur Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ditandai dengan kemunculan aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa yang berwawasan nasional, semarak politics by action telah menjamuri otak-otak para muda intelektual. Setidaknya, ada tiga aliansi yang kemudian memunculkan giginya di langit negara kampus senusantara. Sebutlah BEM SI, BEM Nusantara dan BEM Nasional.
BEM SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia) dalam perjalanannya dianggap lebih dulu ada sebagai gerakan oposisi-konstruktif kini dalam isu-nya dihadapkan dengan pembentukan BEM Nusantara yang dianggap pro-government. Sementara pergerakan lainnya dimotori pertemuan BEM Nasional di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Maret 2010.  Hal ini bisa dimaknai sebagai suburnya simpul pemikiran di kalangan mahasiswa Indonesia. Serta begitumasifnya kepedulian generasi bangsa terhadap pencapaian cita-cita Negara. Benarkah?
Selain itu ikatan profesi jurusan juga tak bisa disebut sepi. Para calon dokter memiliki ISMKI (Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia) yang telah mapan dengan kerat embrio IMKI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Indonesia) yang dimulai 1969. Sementara para calon ekonom memiliki FOSSEI (Forum Silaturahmi Mahasiswa Ekonomi Indonesia) yang rutin melakukan pembenahan kritisasi ekonomi nasional. Selanjutnya mahasiswa hukum juga akan segera me-launching struktural BEM FH SI di Semarang Juli kemarin.
Maka semarak polis kampus tanah air tak dapat dianggap mainan belaka. Sebab kita sama tahu bahwa seringnya, gerakan akar rumput lebih dahsyat dibanding kebijakan top-down presiden dan menteri-menteri. Terlebih simpul struktural telah siap mengalirkan impuls secara simultan ke sekujur badannya. Di titik sadar yang ini, sebaiknya pemerintah berhati-hati. Sebab kita baru saja disentil dengan nuansa ’98 ketika Husni Mubarak dituntut turun oleh publik yang digerakkan mahasiswa Mesir.
Di balik segala pamor akan efektifnya pergerakan akar rumput polis kampus, ada banyak hal yang harus dikritisi lebih dalam. Bukan relevan lagi jika langit polis kampus masih berada pada tataran menggertak pemerintah soal polemik mafia pajak di meja sistem quasi presidensil. Bukan juga sekedar tuntutan kosong atas dilematika yang menjajari rakyat miskin kota dan desa. Tapi lebih dari itu, baiknya kita bentangkan satu fakta bahwa mahasiswa yang katanya agent of change dan social control ini kiranya lupa akan satu fungsi paling pasti dan strategis yang harus mereka persiapkan, yakni as an iron stock!
Mahasiswa dalam maraknya dinamika polis kampus tidak bisa tidak, harus mafhum dan insyaf akan fungsionalnya yang paling urgent ini – IRON STOCK. Betapa kemudian ia dikhususkan pada a needed of stocking human yang memang berkualitas secara formil maupun materiil. Kembali, bukan hanya sekedar atas nama social control lalu menghujat pemerintah atau atas nama agent of change membeberkan keterbelakangan bangsa yang katanya pe-er para penguasa.
Baiknya polis kampus ini mengevaluasi lagi kebulatan dan kedewasaan perpolitikannya. Sebab semarak lembaga pergerakan bisa jadi sarang tendensi masa depan. Juga, sumber rasis-non-logic soal entitas politik. Sudah menjadi rahasia publik, kecendrungan entitas politik adalah suatu struktur yang meng-kultur dalam piringan kampanye kekuasaan. Hingga yang ada, aksi tuntut dari mahasiswa dan pengelakan dari pemerintah pun bukan murni suara masing-masing ranah, tapi politisasi segolongan. Rakyat sudah tidak butuh aksi mewah tentang pertentangan idealis yang hanya memenangkan entitas partai atau klausul rasis!
Sementara bangsa tengah membutuhkan attitude politik yang mapan, tentang menghargai spoil system demi tujuan riil praksis nasional. Kita kiranya telah bosan mendengar selentingan kabar begitu alotnya lobi kuasa di ranah bestuur negeri. Lalu masihkah harus kita saksikan peregangan suara di bilik-bilik kampus? Sebutlah tentang “diferensiasi genetic” GMNI, PMII, KAMMI, HMI, IMM serta belum lagi entitas politik endemik di masing-masing daerah yang belum sempat me-nasional.
Hilangnya kesadaran akan fungsional iron stock yang utama dari barisan lembaga akar rumput polis kampus ini-lah yang kiranya menjadikan system perpolitikan bangsa tak menemui titik independennya. Kita, mahasiswa di kampus-kampus masih lebih suka memilih tercelup dalam satu lembaga entitas politik yang dianggap memiliki eksistensi, ketimbang berbakti setelah memenuhi daftarisasi mumpuni. Kita, mahasiswa di kampus-kampus juga masih lebih suka absensi untuk sebuah pawai yang hanya mengangkat sinergi segelintir. Kita, kiranya lupa berbenah diri.
Bahwa entah menjadi social control atau agent of change, satu yang pasti mahasiswa secara umum dan khusus telah menjadi iron stock yang dinantikan. Lalu apakah barisan akar rumput polis kampus ini tega menjawab penantian sekian warga bangsa dengan regenerasi yang tak jauh beda dari sebelumnya? Terlebih, kita sama tahu, bahwa mereka yang kemudian menduduki posisi eksekutif dan parlemen Republik ini adalah mahasiswa juga di masa lalunya. Mahasiswa yang melantangkan suara atas kritisasi kebangsaan di jalan-jalan dan koran. Maka, akankah sama lulusan polis kampus masa mendatang? Kita sama menunggu berita selanjutnya.

No comments:

Post a Comment