Wednesday, September 7, 2011

Burning and losing

Gue mulai menulis sebuah data yang kemudian hilang di memori digital yang terbatas. Dan perlahan seakan gue berdiri lagi di karpet merah, ketika suatu persoalan konyol tentang afiliasi tibatiba homage's sick jadi sebuah jebakan betmen yang super kocak. Ini soal afiliasi, terkadang seseorang berani berikrar setia atas sebuah alasan aksidensional yang parah. Dan gue stuck map on the beach.

This all, perfectly inject my soul with some mysterious left action. I do.

Semuanya seakan mudah saja. Lagi-lagi segalanya mudah saja. Karena nggak ada x di antara angka dan sekedar jadi masalah ketika dia ada di soal pertidaksaamaan yang tanpa sama dengan. Atau ketika ada angka di sisian paragraf alphabet, yang satu menjelaskan yang lainnya. Terdefinisi, mendefinisi. Aksidensional yang substansial. Ketika muncul kalimat paling konyol sedunia, "I do not know why'd love you now."


Premis mendefinisi, terdefinisi jadi simpulan yang terdefinisi. Akhirnya putaran definan teori ini jadi tumpukan literatur yang super gila buat dicantukan di bab dua karya tulis, kajian pustaka. Seseorang berhak saja berbicara dengan perspektifnya, afiliasinya atas suatu definisi, dan kata dan angka dan melodi yang dihidupakannya usai sama dengan.

Dan gue cuma nganga, ngikutin perkembangan sejarah.
Ini lagi-lagi masalah afiliasi. Sebuah artikel yang udah pernah gue tulis tapi gue lupa naronya dimana.

Mungkin kotakan amar selalu jadi line product yang menyenangkan. Untuk pamer ilmu atau pamer kepahaman. Gue yang se-dhaif ini pun cuma bisa berhihihaha aja, entah apakah terkadang muncul perdebatan yang memperlihatkan tampang sok benernya gue, atau ngefansnya mereka, atau nisbat superior yang nggak-nggak. Sumpah gue nggak gitu, ya, nggak gitu banget.

Gue nggak bisa, walaupun bisa menguraikan alur pikir soal tumpukan definan akibat aksi matematis kepahaman kata-kata. Ini soal afiliasi lagi-lagi.

Ya, dengan suatu alasan aksidensional super konyol kita bisa aja berikrar setia. Tapi memang setiap bayi ngikutin ibunya atas chemist emosional yang bisa aja kan gue sebut 'aksidensional konyol' itu? dan semuanya nggak akan pernah selesai.

Ada satu hadist yang paling gue suka, yang dikisahkan Hudzaifah ra. Hadis ini punya prologue yang bagus yang berasal dari Hudzaifah ra sendiri. Seinget gue, "Kaum muslimin bertanya tentang kebaikan kepada rasulullah saw, sementara aku bertanya tentang keburukan karena khauf terjerumus ke dalamnya."
Lebih serunya lagi, mengalirkan mutiara kata, nashihah yang mungkin penuh sanjung atas afiliasi, diriwayatkan oleh Bukhari (insyaAllah)

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada di masa jahiliah dan keburukan, lalu Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kami. Adakah setelah kebaikan ini ada keburukan?” Rasulullah menjawab, “Benar, akan tetapi terdapat asap (kesamaran) padanya.” Aku bertanya, “Apakah asap (kesamaran) tersebut?” Beliau bersabda, “Yakni orang-orang yang mengambil petunjuk selain daripada petunjukku. Engkau mengenali mereka dan mengingkarinya.” Aku bertanya, “Adakah setelah kebaikan itu ada lagi keburukan?” Beliau bersabda, “Benar, para penyeru kepada pintu-pintu jahannam. Sesiapa yang menyambut mereka maka mereka akan mencampakkannya ke dalam jahannam (kebinasaan).” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sebutkan sifat-sifat mereka kepada kami.” Beliau menjawab, “Mereka berkulit sama seperti kita dan berbicara dengan bahasa kita.” Aku bertanya, “Apakah yang engkau perintahkan kepadaku sekiranya aku bertemu dengan situasi seperti itu?” Beliau menyatakan, “Hendaklah kamu tetap bersama-sama dengan jama’ah umat Islam dan pemimpin mereka.” Aku bertanya, “Bagaimana sekiranya tidak ada jama’ah dan tidak pula ada pemimpin bagi umat Islam?” Beliau menjawab, “Jauhilah kelompok-kelompok itu semuanya walaupun engkau tinggal dengan menggigit akar kayu sehingga kematian datang menjemput dalam keadaan engkau seperti itu."

Entah, ilmu gue emang nggak seberapa, mungkin terjemahannya cacat banget tapi setidaknya atas kecacatan yang gue buat itu, gue nggak sampe murtad sekarang. Yaa. hmm begitulah. Gue jadi inget, waktu ada seseorang menatap gue tajam dan bilang, "mana yang lebih penting iman atau hafalanmu?" Gila, ya hafalan gue lah. haha. Oke, iman gue.

Terus beliau cerita soal Al ghazali yang disamakan sama petani cuma garagara petani itu ikhlas kerja siang malem buat nafkahin keluarganya.

Tapi orang emang sering banget tulilut sendiri atas kebengkokan pemahamannya sendiri. Lagilagi, terkadang alasan aksidensional super konyol bisa aja dan banyak aja bikin orang bisa dan orang banyak berikrar setia. Ah, cupu.

Terus apa yang kita cari.

No comments:

Post a Comment