Monday, May 23, 2011

The Term

Hal konkret. Mari kita berbicara hal yang konkret. Agar semua telinga mendengarmu. Atau agar derum gendang hati sama nada dengan dunia. Mari berbicara hal konkret. Agar aku sama mendengar ceritamu. Agar kau sama mendengar keluh kesahku. Atau aku kini membelakangi layar inovasi pribadiku. Dibungkam fakta pada sejejeran nilai dan norm republik kuasa.
Ya, terkadang hidup memang menyulitkanmu.

Dan kini biarlah kau tahu bahwa aku masih ingin membicarakan rindu.
Rindu yang menggejolak jadi sekumpulan darah di pembuluh otakku.
Rindu yang menjadikan merah benturan kuat di sekujuran tubuhku.
Petandanya, 40 derajat celcius.

Setiap kali datangnya, aku mengeluh aduh. Sebab aku mulai menduga, senyummu waktu itu yang menjatuhkanku kali ini. Kalau bukan karena tuhanku, mungkin kepulan panas darahku akan jadi lebih kejam dari ini.

Aku tak pernah bisa.

Bahwa berkata-kata agar didengar adalah sebuah kepatutan fitrah. Katanya, nasi yang tak diajak bicarapun akan hitam geram. Lalu bukankah mendengar untuk didengar adalah kejahatan yang lebih jauh lagi?

Aku tak bisa.

Bahwa menyamakan warna hijaumu dengan angkasa adalah agar lukisan hati jadi indah. Katanya, merah yang di action movie barat itu sama dengan yang aslinya. Lalu bukankah mensejajarkan untuk disejajarkan adalah kenaifan yang lebih jauh lagi?

Dan kini biarlah kau tahu bahwa aku masih ingin membicarakan rindu.
Rindu yang menggejolak jadi sekumpulan darah di pembuluh otakku.
Rindu yang menjadikan merah benturan kuat di sekujuran tubuhku.
Petandanya, 40 derajat celcius.

Setiap kali datangnya, sempurnanya karena tuhanku. Menolongku membatasi nilai-nilai riil waktu. Membuka ruang kerlip layar cellphone-ku. Aku masih punya banyak di kesendirianku. Yang baik juga, tapi tak seperti senyummu waktu itu.

Lalu hatiku perlahan jadi benang-benang sari yang mengawan ke pintu langit. Menengadah dalam rintik hujannya yang perlahan.

Katamu, mari berbicara hal konkret.
Aku tak bisa. Susah payah menenggelamkan diriku sendiri.

Agar kau dengarkan ceritaku. Atau aku mendengar keluh kesahmu.

Tentang rindu yang jadi masalah pribadiku, di bentang hujan malam hari dan termometer yang muak mendengar bangkai kata-kata saat ku ajak bicara.

No comments:

Post a Comment