Tanpa titik, langit sejarah bangsa telah mengenal
mahasiswa sebagai satu komunal strata masyarakat yang tak dapat
diindahkan keberadaannya. Mahasiswa telah menyumbang banyak bantingan
stir bagi fase-fase kehidupan reformasi Indonesia. Mahasiswa telah
terlanjur
menjadi salah satu pion yang bermain dalam percaturan politik
Republik Kesatuan ini. Ia telah basah untuk selanjutnya mengekstraksi
segala hikmah perjalanan drive on-nya
di masa lalu. Alhasil, kini mahasiswa juga punya dunia “kebangsaan”
dan “perpolitikan” tersendiri. Sebuah polis kampus yang kemudian ber-metamorfosa menjadi semacam simultansi effect dari prosesi miniatur Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ditandai dengan kemunculan aliansi Badan Eksekutif
Mahasiswa yang berwawasan nasional, semarak politics by action telah menjamuri otak-otak para muda intelektual. Setidaknya, ada tiga aliansi yang kemudian memunculkan giginya di
langit negara kampus senusantara. Sebutlah BEM SI, BEM Nusantara dan
BEM Nasional.
BEM SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh
Indonesia) dalam perjalanannya dianggap lebih dulu ada sebagai
gerakan oposisi-konstruktif kini dalam isu-nya dihadapkan dengan
pembentukan BEM Nusantara yang dianggap pro-government.
Sementara pergerakan lainnya dimotori pertemuan BEM Nasional di UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Maret 2010. Hal ini bisa dimaknai sebagai suburnya simpul pemikiran di kalangan mahasiswa Indonesia. Serta begitumasifnya kepedulian generasi bangsa terhadap pencapaian cita-cita
Negara. Benarkah?
Selain itu ikatan profesi jurusan juga tak bisa disebut sepi. Para calon dokter memiliki ISMKI (Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran
Indonesia) yang telah mapan dengan kerat embrio IMKI (Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Indonesia) yang dimulai 1969. Sementara para
calon ekonom memiliki FOSSEI (Forum Silaturahmi Mahasiswa Ekonomi
Indonesia) yang rutin melakukan pembenahan kritisasi ekonomi
nasional. Selanjutnya mahasiswa hukum juga akan segera me-launching
struktural BEM FH SI di Semarang Juli kemarin.
Maka semarak polis kampus tanah air tak dapat dianggap mainan belaka. Sebab kita sama tahu bahwa seringnya, gerakan akar rumput lebih
dahsyat dibanding kebijakan top-down
presiden dan menteri-menteri. Terlebih simpul struktural telah siap
mengalirkan impuls secara simultan ke sekujur badannya. Di titik
sadar yang ini, sebaiknya pemerintah berhati-hati. Sebab kita baru
saja disentil dengan nuansa ’98 ketika Husni Mubarak dituntut turun
oleh publik yang digerakkan mahasiswa Mesir.
Di balik segala pamor akan efektifnya pergerakan
akar rumput polis kampus, ada banyak hal yang harus dikritisi lebih
dalam. Bukan relevan lagi jika langit polis kampus masih berada pada
tataran menggertak pemerintah soal polemik mafia pajak di meja sistem
quasi
presidensil. Bukan juga sekedar tuntutan kosong atas dilematika yang menjajari rakyat miskin kota dan desa. Tapi lebih dari itu, baiknya kita bentangkan satu fakta bahwa mahasiswa yang katanya agent of change dan social control ini kiranya lupa akan satu fungsi paling pasti dan strategis yang harus mereka persiapkan, yakni as an iron stock!
Mahasiswa dalam maraknya dinamika polis kampus tidak bisa tidak, harus mafhum dan insyaf akan fungsionalnya yang paling urgent ini – IRON STOCK. Betapa kemudian ia dikhususkan pada a needed of stocking human yang memang berkualitas secara formil maupun materiil. Kembali, bukan hanya sekedar atas nama social control lalu menghujat pemerintah atau atas nama agent of change membeberkan keterbelakangan bangsa yang katanya pe-er para penguasa.
Mahasiswa dalam maraknya dinamika polis kampus tidak bisa tidak, harus mafhum dan insyaf akan fungsionalnya yang paling urgent ini – IRON STOCK. Betapa kemudian ia dikhususkan pada a needed of stocking human yang memang berkualitas secara formil maupun materiil. Kembali, bukan hanya sekedar atas nama social control lalu menghujat pemerintah atau atas nama agent of change membeberkan keterbelakangan bangsa yang katanya pe-er para penguasa.
Baiknya polis kampus
ini mengevaluasi lagi kebulatan dan kedewasaan perpolitikannya. Sebab
semarak lembaga pergerakan bisa jadi sarang tendensi masa depan.
Juga, sumber rasis-non-logic
soal entitas politik. Sudah menjadi rahasia publik, kecendrungan
entitas politik adalah suatu struktur yang meng-kultur dalam piringan
kampanye kekuasaan. Hingga yang ada, aksi tuntut dari mahasiswa dan
pengelakan dari pemerintah pun bukan murni suara masing-masing ranah,
tapi politisasi segolongan. Rakyat sudah tidak butuh aksi mewah
tentang pertentangan idealis yang hanya memenangkan entitas partai
atau klausul rasis!
Sementara bangsa
tengah membutuhkan attitude
politik yang mapan, tentang menghargai spoil
system
demi tujuan riil praksis nasional. Kita kiranya telah bosan mendengar
selentingan kabar begitu alotnya lobi kuasa di ranah bestuur
negeri. Lalu masihkah harus kita saksikan peregangan suara di
bilik-bilik kampus? Sebutlah tentang “diferensiasi genetic” GMNI,
PMII, KAMMI, HMI, IMM serta belum lagi entitas politik endemik di
masing-masing daerah yang belum sempat me-nasional.
Hilangnya kesadaran
akan fungsional iron
stock
yang utama dari barisan lembaga akar rumput polis kampus ini-lah yang
kiranya menjadikan system perpolitikan bangsa tak menemui titik
independennya. Kita, mahasiswa di kampus-kampus masih lebih suka
memilih tercelup dalam satu lembaga entitas politik yang dianggap
memiliki eksistensi, ketimbang berbakti setelah memenuhi daftarisasi
mumpuni. Kita, mahasiswa di kampus-kampus juga masih lebih suka
absensi untuk sebuah pawai yang hanya mengangkat sinergi segelintir.
Kita, kiranya lupa berbenah diri.
Bahwa entah menjadi
social
control
atau agent
of change,
satu yang pasti mahasiswa secara umum dan khusus telah menjadi iron
stock
yang dinantikan. Lalu apakah barisan akar rumput polis kampus ini
tega menjawab penantian sekian warga bangsa dengan regenerasi yang
tak jauh beda dari sebelumnya? Terlebih, kita sama tahu, bahwa mereka
yang kemudian menduduki posisi eksekutif dan parlemen Republik ini
adalah mahasiswa juga di masa lalunya. Mahasiswa yang melantangkan
suara atas kritisasi kebangsaan di jalan-jalan dan koran. Maka,
akankah sama lulusan polis kampus masa mendatang? Kita sama menunggu
berita selanjutnya.
No comments:
Post a Comment