Friday, November 9, 2012

Tanpa dengannya

Kepemimpinan itu apa? Di atas dan di bawah sama saja kah? Tentu tidak, bukan?
Ini adalah sebuah tulisan lawas yang dengan pede-nya pernah saya tampilkan dalam suatu focus group disussion.

Sesungguhnya segala sesuatu itu pastilah bergerak dengan satu harmoni tertentu. Selayaknya pandangan nakhkoda ke arah barat, harmoni laut terbaca walaupun tak terlihat dasarnya. Maka memimpin adalah tentang memahami, mengenali, menguasai ilmu dan mengambil keputusan.
                Adanya jiwa kepemimpinan pada seseorang selanjutnya akan menjadikannya berkualitas berbeda. Ia yang berjiwa kepemimpinan mampu membuat simpul pikirnya dalam setiap perbuatannya. Seorang pemimpin bukan selalu pasti berdiri sebagai pucuk pimpinan. Ia mungkin saja ada di barisan manajerial, level koordinasi maupun pengarah dan pelaksana taktis. Namun yang pasti seorang pemimpin sejatinya ada dalam kesadaran visi. Ia mampu dipimpin dan memimpin orang lain. Sebab baginya pengejawantahan dirinya dalam suatu komunitas bukanlah tentang berdiri paling tinggi di antara mereka, namun menjadi yang paling bermanfaat di setiap tempat.
                Fungsi kepemimpinan dewasa ini semakin minim teraktualisasi dalam banyak lini yang kita jumpai. Hal ini ditandai dengan maraknya aksi inkonsistensi kebijakan yang dilakukan banyak stakeholder negeri ini. Ambilah contoh dalam skema pelaksanaan pengiriman TKI. Kantor imigrasi, kantor PJTKI maupun ‘distributor’ TKI di daerah-daerah, bersama-sama kehilangan jati diri demi produk kartal semata. Atau ambilah satu kasus penyelewengan dana umat yang anyir di banyak media massa, bulog gate, korupsi century, skandal BI, manipulasi DPR soal BBM, warna-warna politik transaksional berbasis kedudukan, dst. Hal ini tentu saja, menjadi sederetan kasus yang dalam keyakinan publik, memamerkan aksi bunuh diri sebuah negeri yang tanpa aplikasi idealitas sebuah kepemimpinan.
                Maka berbicara kepemimpinan adalah berbicara tentang sebuah vision. Pemimpin ialah yang dapat melihat konteks kasus dalam particular yang seiring pembelajaran termapankan secara holistik. Maka ia adalah seorang pembelajar sejati. Sebab vision, penglihatan dan kepahamannya atas segala sesuatu itu menjadi hal yang begitu berharga. Ia adalah seorang pembelajar sejati yang haus ilmu dalam banyak hal. Ia berbicara tentang arah gerak dan konsepsi kebijakan. Ia selalu memiliki pandangan mengenai putusan-putusan pribadinya. Tidak mengekor ataupun mengikuti selain berdasarkan keyakinan visi.
                Berbicara kepemimpinan maka juga bicara tentang melakukan banyak hal. Pemimpin adalah mereka yang senantiasa menanggung pekerjaan-pekerjaan dan pertanggungjawaban yang paling berat. Maka barangsiapa mengambil dirinya sebagai pemimpin, bersiaplah jadi yang paling sedikit tidur dan tertawa. Bersiaplah menjadi yang terdepan dalam menghadapi masalah. Dan bersiaplah menjadi yang terakhir bersenang-senang dengan hasilnya. Menjadi pemimpin adalah sebuah koneksi riil dalam sebuah ruang pertanggungjawaban dalam banyak hal yang telah, tengah dan akan dilakukan.
                Tapi siapapun yang undur diri dari sebuah proyek kepemimpinan, maka ia telah keluar dari fitrahnya, dari peruntukan kehidupannya. Sebab kepemimpinan ini telah utuh terserahkan pada segolongan makhluk yang bernama manusia. Kita dengan akal dan kebijaksanaan adalah suatu entitasme yang terlanjur harus memimpin. Inilah akaran nalarnya. Siapkah kita mundur ke belakang peradaban dan membiarkan dunia dipimpin kera atau sejenis tumbuhan cerdas?     Maka kepemimpinan adalah juga sebuah tugas pembenahan.
                Kita kini sama tahu, bahwa tiada langkah lagi selain mempersiapkan diri untuk mematangkan kepemimpinan diri. Tiada alasan untuk mundur sebab tiada yang dapat menggantikan satupun di antara kita. Kepemimpinan itu, jiwa yang mengisi rongga-rongga dada, jiwa yang tak membiarkan seorang insan terpuruk dalam keterbelakangan dan kemiskinan kepribadian. Ia adalah jiwa yang mengisi rongga dada yang menjadikan nyala kebijakannya sebagai penerangan bagi orang sekitarnya dan bahkan seluruh dunia. Tidak ada yang diharapkannya kecuali keuntungan yang banyak akibat perbuatan baiknya, keuntungan yang ia-pun tak akan mampu membuat draft-nya.
                PEMIMPIN ITU ADALAH KAU!

SALAM SATU JIWA PARA PEMIMPIN BANGSA !!!

Jujur saja. Menyaksikan fakultas hitam merah putih dijejali anti-teori. Membuat saya harus kembali memaknai estabhlishment sebuah makna kepemimpinan. Bukan hanya sekedar posisi tapi juga soal ketercukupan aktualisasi diri.

Saya, berpikiran bahwa seorang pimpinan bukan lagi orang perlu difasilitasi. Ia adalah jembatan, sandaran sekaligus arahan. Saya, beranggapan bahwa teori demokrasi hanya jalan menuju kepemimpinan yang representatif. Sisanya tadi itu, jembatan, sandaran, arahan.

Ia tak perlu banyak menggapai penghargaan lagi. Ia bukanlah lagi pucuk yang disirami lagi. Ibarat tanaman, rimbunan daunnya menyerahkan air ke bawah tanpa tampungan, disiram, menyirami.

Tapi ternyata saya insyaf bahwa tak ada daun paling atas sama seperti awan yang tak berujung. Atau mungkin justru perspektif saya yang barusan tadi justru salah samasekali.

Bahwa pimpinan itu, entah ia dipilih atau tidak bukan hakikinya jadi jembatan atau sandaran atau arahan. Tapi pemersatu bagian-bagian. Sebab tanpa dengannya-lah kita tercerai berai. Sebab tanpa dengannyalah kita telah berpisah jalan.

Mungkin di atas, mungkin di bawah. Payung atau bahkan tampahan. Hujan atau bahkan gemuruh. Berkelindan. Setiap dari kita, pemimpin bukan?

Tapi bukan lazim pemimpin dipimpin oleh yang dipimpinnya. Dipimpin atau memimpin, kontekstual. Bukan sekedar rumputan atau kelereng putaran. Beda rasa beda nuansa. Beda kata beda orangnya. Tetaplah senantiasa bersama dengannya.


No comments:

Post a Comment