Sunday, November 11, 2012

Sebuah Pidato

Sebab malam kemarin seorang sahabat kembali mengingatkanku soal kesombongan. Tiba-tiba saja. Mimpiku malam ini seluruhnya full episode tentang sidang dan hari itu.

Ya, ini tentang kesombongan, juga tentang pidato panjang lebar dari abangku. Sore, di sebuah ruang sidang di Ciputat. Setelah beberapa paman dan kakek berumur 35 - 70 tahun menghampiriku dan mengucapkan, "barakallahu.." sambil tersenyum dan berlalu.
Abangku satu-satunya, berdiri dari kursinya yang di ujung meja di seberangku. "Barakallahu," katanya, lalu mengambil posisi duduk di sisi kananku. Dan aku, tak pernah menyela bicaranya, bukankah itu luarbiasa?
Katanya,

Apa manuver selanjutnya ibu pimpinan sidang? (menyindir) Apakah tidak sebaiknya kita putar kembali nalar dan berkeputusan ulang? Ini bukan hanya karena anti jadi pembicara termuda di agenda internasionalnya Al azhar minggu lalu atau karena IQ anti dua kali lipat dari kami disini kan?
Siapa juga orang yang mampu untuk tidak sombong. Empatbelas tahun dan hafidzoh, cumlaude di sidang fikrah dan punya orangtua yang bukan orang biasa. Ya, siapa juga yang mampu untuk tidak sombong. Paling dicintai sekaligus didengarkan kata-katanya. Siapa yang mampu untuk tidak sombong? Jadi adik kesayangan, selalu mampu mengulang notulensi dengan error yang paling minim di antara kami? Siapa yang mampu?
Abang kira orang sepertimu tidak mampu kan?

Sarkas. Beberapa wajah berpaling ke arah kami. Sembari katanya, "hmm, lagi dimarahin lagi,".
Jembatan, sandaran dan arahan. Masih tentang kesombongan dan pidato panjang lebar abangku satu-satunya.

Dalam beberapa kasus seorang muslim tidak perlu tahu banyak hal tentang keimanan. Untuk beriman. Lain kali, ia tak perlu tahu banyak fiqih untuk mengerti, tentang syar'i. Banyak orang yang tak banyak mengetahui agama, tapi membelanya. Bahkan Musa tak diperbolehkan bertanya, pada Harun gurunya. Bukankah itu istimewa?
Lalu kenapa seorang anak disini, berlagak tahu tentang segalanya? Bersikeras tahu sebelum memegangnya? Tidak ada lagikah nalar tsiqoh dalam Qur'an yang dihafalkannya?!

Nadanya meninggi dan aku pura-pura tak tahu ekspresi wajahnya. Menakutkan. Sebab orang seperti itu, ketika marah mengutip AlQur'an dan saat bernada tinggi, merendahkan orang dengan ruhiy, tanpa tendensi. Aku ingin jadi seperti abangku. Punya mental seperti itu, tulus dan tanpa topeng. Cerdas tanpa harus tes IQ per enam bulan. Kedua orangtuanya baik, setiap hari ada sarapan bersama dan gelak tawa penuh hikmah, keluarga.

Kesombongan itu membakar kayu sampai jadi debu. Hilang segala cerdas dan ketekunan.
Tidak perlu kemampuan unuk jadi sombong, cuma perlu sedikit hasutan setan, kepada orang yang dibutakan penglihatannya. Menolak kebenaran, merendahkan orang.
Terkadang melihat nyamuk sebagai belalai gajah atau leher jerapah. Kadang melihat kegagalan sebagai ketidakpatuhan orang.. Anti bukan tuhan.

Gila. Masih sakit hati sebenarnya. Tapi ingatan seperti ini mungkin hanya tiba-tiba ada di pagi ini. Gajah dan Jerapah. Itu bagian lucu. Aku tertawa kecil, meremehkan analoginya yang kacau. Ia juga berpaling ke belakang, mungkin tertawa juga. Tudingannya jadi semakin menusuk walaupun tidak menyakitkan.

Beberapa ustadz kami dan musyrifahku menganggap kami punya banyak kemiripan. Kecuali satu hal itu, miliknya, kekacauan analogi. Dan satu hal lagi, milikku, tingkah kekanakan. Gaya bahasa, intonasi suara, permainan logika, puisi favorit, model tulisan, kesukaan makanan, orientasi obrolan, pandangan shirah dan fikrah, hafalan, ibadah harian, persis. Kami selevel tapi bedanya, ia lebih tua 4 tahun. -.-"

Karena sombong itu berasal dari hati yang sakit. Tidak perlu banyak hal hebat untuk sombong, sekedar lupa bahwa adik akan terkalahkan dengan orang lain, bahwa setiap orang memiliki keistimewaan. Mungkin disanalah awal hasutan setan. Untuk mendengarkan, untuk tidak mengacuhkan. Bicaralah atau diam.
Suatu hari ketika saya tidak ada lagi, anti akan banyak terkalahkan, oleh kesombongan adik sendiri. Karena adik begitu rumit dan anti tidak mampu menganggap orang lain dengan lebih dan lebih lagi. Sebelum itu terjadi, mungkin ini terakhir kalinya ada nasehat seperti ini. 

Karena itu memang nasehat terakhir. :)

1 comment:

  1. mir.. percakapan lo sama si abang lo yang lo ceritain yak? you know what i mean kan? subhanallah..

    ReplyDelete