Rasa-rasanya aku hampir mati rasa. Sebab kini satu-dua mobil selintasan meninggalkanku. Di penghujungan terminal mikrolet jalan raya. Sekelebat sosoknya perlahan masuk kembali, mengantarkanku pada imaji yang abstrak luar biasa. Fantasi yang menggila.
Di tengah nada hujan yang perlahan. Menitik di kepalaku, jatuh. Atap terminal ini, telah kopong di tengahnya, tak mampu lagi melindungi. Lalu aku menengadah kembali, menatapi awan hitam yang lalu menggiringku ke penghujung aurora cakrawala. Aaah.. tak ada aurora disana, tak ada di Jakarta.
Begitu keras, sarkastik dalam wujud perimbangan pribadiku.
No comments:
Post a Comment