Thursday, December 1, 2011

sekolah intelektual muda : alhamdulillah.. mantapp!


Intelektualitas merupakan suatu syarat mufakat bagi tendensi kehidupan dan setiap pergerakannya. Intelektualitas pula menjadi aksidensi pembeda yang menemui titik strategisnya dalam penyempurnaan klausul seorang pemuda. Sederetan nama universitas ternama sejatinya adalah suatu polis yang sengaja disetting bagi pemakmuran intelektualitas. Pula berjuta-juta penemuan dan dialektika premis sosial merupakan narasi kesejarahan dari pergumulan intelektualitas. Maka keberadaan kaum intelektual asasinya telah menjadi suatu syarat mufakat berdirinya peradaban yang cemerlang juga kebangsaan yang masif-berkembang.
Indonesia di tengah carut marut dan pesimisme obrolan kaum bapak di warung-warung kopi rupanya bukanlah bangsa yang miskin kuantitatif intelektual muda. Perakaran pergerakan kaum intelektual Boedi Oetomo telah meletuskan semangat membara layaknya sumpah Palapa Gadjah Mada. Kala itu mereka bukan orang-orang biasa, tapi kumpulan intelektual muda yang bertemu akaran nalar sistematisasinya dalam rangka mengubah dunia! Pemuda dan intelektualitasnya, secara langsung telah menemui kesetaraan klausula berikut sinergitas matang sebuah narasi panjang kebangunan pemikiran dan penghidupannya.
Indonesia di tengah nuansa saling rebut dan rumah-rumah kardus di Ibu Kota rupanya juga bukan bangsa yang secara kualitatif miskin intelektualitas. Ketika kemerdekaan di suarakan di jalan dan koran, saat itu pula akulturasi philos kebangsaan mengerucut dalam rangka menuntaskan perspektif kenegaraan. Hingga dalam berbagai sudut dan pergulatannya, Soekarno memunculkan satu ekstase politiknya yang paling fenomenal, NASAKOM. Suatu manuver yang pada putusan akhirnya juga tak mampu membendung aliran deras para pemikir tingkat negara. Sebab ke-bhinekaan ini bukan hanya soal bahasa, nyanyi dan tari semata. Ini soal arah kebulatan menjadi Indonesia, kerat intelektualitas yang begitu kaya warna.
Dalam pada itu, mafhum-lah kita akan problematika perkara intelektualitas yang belum lagi menemui titik terang tumpuan energi dan dinamisasinya. Carut marut vertikal horizontal yang mengundang pesimisme obrolan warung kopi ataupun nuansa saling rebut yang mencipta kaum marjinal rumah-rumah kardus rupanya bukan karena kekurangan kadar intelektualitas bangsa. Ini masalah lupa. Kelupaan yang menjamuri setiap gerak dan langkah percita-citaan kenegaraan yang sudah tanpa nyawa. Kelupaan yang pada titik nadirnya memenjarakan kita pada arah gerak bangsa yang sehat bergelora, BERANI menentukan ketinggian asumsi dirinya sendiri.
Kita tentu tak akan pernah bisa diam di rumah untuk duduk menunggui bencana datang akibat kejumudan massal bangsa raksasa ini. Atau terus berkutat di meja-meja kuliah untuk mendengar celotehan para dosen yang juga habis jiwa. Sejatinya kita akan bisa mengulang sejarah kemenangan. Sejatinya itikad suatu kaum akan di-amini sebagai doa yang kontan termanifestasi.
Sekolah Intelektual Muda akan hadir bersama semangat tentang intelektulitas yang ranum pudar di percabangan akar nalar yang hilang. Demi membangkitkan nyawa dan jiwa di tiap-tiap ruang. Merangkulkan jejakan idealismenya untuk anak bangsa yang butuh nutrisi paling sehat mengenai pergerakan, percita-citaan dan penemuannya dengan dialektika kesejarahan yang tak patut untuk dilupakan, sebuah narasi kemenangan!
Terlahir dari lorong kampus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Pemikiran untuk pertama kalinya tercetuskan adanya Sekolah Intelektual Muda rupanya tak akan bisa di mampatkan kembali. Sebab pemuda adalah kita dan legist constituendumnya ialah intelektualitas yang terjiwai dalam tiap-tiap ruang dan lorong Nusantara Raya.

No comments:

Post a Comment