Ruang putih dalam bundaran meja kayu itu kini mengilatkan cahayanya yang kembali menakutkan bagiku. Jejaringnya, selintasan menjajari peluh semu di keringat dingin hatiku. Gemetaran, maju perlahan.
Ini musyawarah perpisahanku dengan mereka. Perpisahan kami, yang saling cinta di jalanNya.
Sebuah salam yang menyakitkan. Lalu wajah merah padam yang mengiris tanda tak rela juga. Dan akupun sejenak jadi diriku yang punya hati. Sejenak jadi diriku yang punya titik airmata untuk melukiskan balasan ketidakikhlasan mereka.
Aku suka. Tak suka juga. Sesekali aku jadi suka. Dicintai.
Aku benci juga. Entah dengan cinta atau tidak. Sesekali aku teramat benci. Jadi tangan ilusionis yang menyakiti.
Bahkan Ibnu Umar memendam sesalnya atas ketidakikutsertaanya dalam pasukan 'Ali karamallahu wajhah di Shiffin. Ah, aku tak sehebat ia radhiallahu anhu. Jauh nelangsa, jauh masa, jauh tingkatannya.
Mengapakah kita tak boleh sesekali disebut pengecut atau lari takut? Toh Khalid al Walid menyapu kemenangannya dengan strategi Yamamah yang unik. Haah.. aku tak setara dengannya radhiallahu anhu. Jauh pelita, jauh masa, jauh tingkatannya. Cuma kata-kata saja. Cuma anggapan saja. Persepsi belaka, hilang di pusara cita-cita.
Tapi aku memang bukan pengecut yang lari takut. Bukan itu. ya, tentu saja. Telah berhasil ku pastikan hatiku. Lalu ia mengangguk, membenahi sederetan pembelaan atasnya yang menyakitkan bagi lainnya.
Tuesday, June 28, 2011
Nothing
I've nothing to share. While happiness just send to heart on beat. Just wanted to leave the thing as the bird saying its 'want' by its pinion. How about love and sign out your nice smile on their memory? So I could found your pinion, just swing wing, begging on the staring eye catching. Believe in this ring. Do am I?
Why'd we always telling the other about the best people can do? Sometime they don't need to be people, or the best like that. What a damn. So you have to search the best line to tell them something. Yeah. I've found something to share. Just like you send your count then you think I'd humbling you in. I don't. I do not ever doing.
I was mistery. Just need time to space. Some reason to not to be with you. Some feeling to have the other like you. Some warm to choose the best reason and feeling.
I just.. just nothing. Let me be nothing. Just like nothing. Just like they said, let us be grit on a beautiful beach. So am I.
Me and RedoBlackyWhite Faculty
Why'd we always telling the other about the best people can do? Sometime they don't need to be people, or the best like that. What a damn. So you have to search the best line to tell them something. Yeah. I've found something to share. Just like you send your count then you think I'd humbling you in. I don't. I do not ever doing.
I was mistery. Just need time to space. Some reason to not to be with you. Some feeling to have the other like you. Some warm to choose the best reason and feeling.
I just.. just nothing. Let me be nothing. Just like nothing. Just like they said, let us be grit on a beautiful beach. So am I.
Me and RedoBlackyWhite Faculty
Monday, June 27, 2011
Quasi question
Aku senang dengan kesendirianku. Lebih baik begitu. Saat tiba-tiba saja selaksa kata muncul untuk dimuntahkan dalam tulisan-tulisan biru. Wkwkaka.. kok jadi pake biru-biru gini? Udah kayak laporannya anak FTP aja, ahhaaha
Sebenarnya nggak banyak hikmah yang bisa ditebarkan dalam hari-hari ini. Entah, apakah kita harus memilih jadi seorang indive yang mengaku mentranliterasi semua kejadian sebagai hikmah pribadi petang hari. Ataukah jadi seorang comunive yang sehariannya menjajari lingkungan agar terjalin simultansi hikmah kultural. Lalu banyak orang berkata, bahwa segalanya jadi serba tengah. Kita kini mungkin berbicara tentang keduanya, secara indive dan comunive.
Sama saja, mulai lagi istilah publik dan privat. Yang katanya, publik itu mencakup HTN, HAN, dan Hukum Pidana lalu privat itu Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Halaah.. apa-apaan! --"
Kau memang harus selalu ada dalam quo doktrin jalan tengah. Halaah.. jadi inget Dong Yi (?).
Ya, ashabul wasathon katanya. Kita, ya, lebih tepatnya kita, nahnu, we, our, ourself? Hentikan sampai disini dan aku ingin berbicara tentang satu hal yang mudah dipahami saja, ya, maksudku, 'kita' coba berbicara tentang hal lain saja.
Di ruang kuliah pidana, sempat kuketahui bahwa dalam prakteknya konsep pembebanan pidana kumulatif dan absorbsi berjalan dalam rel quasinya. Belum lagi, konsep perikatan pernikahan yang dalam perimbanganku kabur makna. Dan masalah quasi presidensiil Indonesia. Atau isu tidak relevannya lagi trias politica montesqueue juga tidak kompetennya van vollen hoven mendefinisi kelembagaan negara. Juga perimbangan asas diskresi (kata mereka, freies emerssen, alaah sama saja!) dengan praduga rechmatig dan legalitasnya? Katanya ultra vires, katanya detournoment of power, katanya abusement of power. Hmm.. mengapa tak langsung saja dipahamkan, tentang titik seimbangnya! Belajar ekivalensi seperti di Pengantar Ilmu Ekonomi. Atau.. ya, atau, tempat hukum Islam yang cuma begitu saja pemanfaatannya. Doktrinasi yang mulai membuatku lebay bukan kepalang. Aku BOSAN.
Ku kira kita perlu bicara tentang hal yang mudah dipahami. Ya, maksudku, mari kita bicara tentang hal yang mudah dipahami.
Bagaimana bila begini, dengarkan aku menginventarisir syarat sah perjanjian. Sebab ia salahsatu percabangan terjadinya perikatan. Atau lalu lari menganaktirikan hatinya sendiri. Aku muak mendengarkan suaraku. Aku, ya, maksudku, sebaiknya 'kita' main bareng lagi aja! Gimana kalo jalanjalan soresore? Ah, gak asik, semuanya ketus, sensian, ataauuu belajar, kan uas. hmm..
Kemarin sudah belajar. Kemarin sudah baca. Sekarang tinggal ujiannya kan?
Entah, quation. Kau pernah dengar quetion atau question? Ya, maksudku, mungkin kita pernah sama mendengar tentang quetion atau question. Samasekali diluar pengetahuanku, jika itu erat hubungannya dengan quasi atau quote.. hmm.. entah, kini aku jadi indive yang lupa batas purna comunivenya, ditinggal selintasan kode morse yang rumit. Mengambang di awan-awan.
Aku sekedar suka kesendirian. Tiba-tiba saja. Simultansi sinaps otakku padam. Liputannya terbang di keliling lampu tidur yang redup terang. Ah, bukan ini yang kumaksud, bukan ini tempat tinggalku. Maka jika sudah seharusnya konsepsi pertengahan itu menepikan egoisme indive dan atau prasangka comunive. Ya, kita berbicara saja, sampai nanti paradigma siklusnya adalah seperti ini. Seperti ini, yang malas lagi kukata-katakan. Haha.
Sebenarnya nggak banyak hikmah yang bisa ditebarkan dalam hari-hari ini. Entah, apakah kita harus memilih jadi seorang indive yang mengaku mentranliterasi semua kejadian sebagai hikmah pribadi petang hari. Ataukah jadi seorang comunive yang sehariannya menjajari lingkungan agar terjalin simultansi hikmah kultural. Lalu banyak orang berkata, bahwa segalanya jadi serba tengah. Kita kini mungkin berbicara tentang keduanya, secara indive dan comunive.
Sama saja, mulai lagi istilah publik dan privat. Yang katanya, publik itu mencakup HTN, HAN, dan Hukum Pidana lalu privat itu Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Halaah.. apa-apaan! --"
Kau memang harus selalu ada dalam quo doktrin jalan tengah. Halaah.. jadi inget Dong Yi (?).
Ya, ashabul wasathon katanya. Kita, ya, lebih tepatnya kita, nahnu, we, our, ourself? Hentikan sampai disini dan aku ingin berbicara tentang satu hal yang mudah dipahami saja, ya, maksudku, 'kita' coba berbicara tentang hal lain saja.
Di ruang kuliah pidana, sempat kuketahui bahwa dalam prakteknya konsep pembebanan pidana kumulatif dan absorbsi berjalan dalam rel quasinya. Belum lagi, konsep perikatan pernikahan yang dalam perimbanganku kabur makna. Dan masalah quasi presidensiil Indonesia. Atau isu tidak relevannya lagi trias politica montesqueue juga tidak kompetennya van vollen hoven mendefinisi kelembagaan negara. Juga perimbangan asas diskresi (kata mereka, freies emerssen, alaah sama saja!) dengan praduga rechmatig dan legalitasnya? Katanya ultra vires, katanya detournoment of power, katanya abusement of power. Hmm.. mengapa tak langsung saja dipahamkan, tentang titik seimbangnya! Belajar ekivalensi seperti di Pengantar Ilmu Ekonomi. Atau.. ya, atau, tempat hukum Islam yang cuma begitu saja pemanfaatannya. Doktrinasi yang mulai membuatku lebay bukan kepalang. Aku BOSAN.
Ku kira kita perlu bicara tentang hal yang mudah dipahami. Ya, maksudku, mari kita bicara tentang hal yang mudah dipahami.
Bagaimana bila begini, dengarkan aku menginventarisir syarat sah perjanjian. Sebab ia salahsatu percabangan terjadinya perikatan. Atau lalu lari menganaktirikan hatinya sendiri. Aku muak mendengarkan suaraku. Aku, ya, maksudku, sebaiknya 'kita' main bareng lagi aja! Gimana kalo jalanjalan soresore? Ah, gak asik, semuanya ketus, sensian, ataauuu belajar, kan uas. hmm..
Kemarin sudah belajar. Kemarin sudah baca. Sekarang tinggal ujiannya kan?
Entah, quation. Kau pernah dengar quetion atau question? Ya, maksudku, mungkin kita pernah sama mendengar tentang quetion atau question. Samasekali diluar pengetahuanku, jika itu erat hubungannya dengan quasi atau quote.. hmm.. entah, kini aku jadi indive yang lupa batas purna comunivenya, ditinggal selintasan kode morse yang rumit. Mengambang di awan-awan.
Aku sekedar suka kesendirian. Tiba-tiba saja. Simultansi sinaps otakku padam. Liputannya terbang di keliling lampu tidur yang redup terang. Ah, bukan ini yang kumaksud, bukan ini tempat tinggalku. Maka jika sudah seharusnya konsepsi pertengahan itu menepikan egoisme indive dan atau prasangka comunive. Ya, kita berbicara saja, sampai nanti paradigma siklusnya adalah seperti ini. Seperti ini, yang malas lagi kukata-katakan. Haha.
Thursday, June 16, 2011
Ya, Allah, bahwasanya kini aku ada di bawah bentangan langit malam. Malam yang hitam menghunjam. Seakan memberi bai’at yang kelam atas dosa-dosa bintang berjatuhan. Di lemparkan selayaknya panah ke setan-setan yang menerbangkan awan. Lalu turunan raudah perlahan melesat mengangkasa, melambai pada berat beban massa atas hujan yang patuh pada titahMu Yang Maha Kuasa.
Aku tentu tak ingin jadi para munafik yang dihujat Al-Qur’an dalam permulaan Al Munafiquun yang ke-empat. Tentulah aku tak ingin disebut penyair yang dinisbat jahannam dalam bait-bait cinta Al-Qur’an. Aku pun tak ingin jadi mereka yang sombong di atas fatwa buatan belaka. Aku tentu tak ingin termasuk yang tercerita sebagai kaum fasiq yang mencari celah pembenaran atas diri sendiri.
Ya, Allah, biarkan aku berdoa layaknya ‘Isa pada selipan penutup Al-Maidah yang kaffah. Ya, Allah perkenankan aku memujiMu saja atas segala peluh kerja dan fana dunia. Ya, Allah biarkan aku melangkah layaknya Musa ke Tsur. Ya, Allah maka adakah Khidir yang dapat kupinta untuk menemani dan mengajariku kebijaksanaan ilmu? Ya Allah perkenankanlah, Ya, Allah mudahkanlah.
Ya, Allah biarlah aku jadi semut yang berbincang dengan Sulaiman seraya diberkati kisah atasnya. Atau jadi lalat jantan yang mengundang tawa atas jawabannya di singasana Sulaiman alaihis salam. Ya, Allah bukankah lebih beruntung bila aku menemui seorang mulia yang tertetapkan di lampau yang sementara? Ya, Allah.
Ya, Allah bahkan biarlah aku jadi shahabiyah yang buta namun dapat melihat senyum rasulMu yang ku rindukan. Shahabiyah yang jika kau perkenankan ada dimana wajah penuh karamah berkelebat dalam setiap pertemuan. Pertemuan yang membangkitkan. Ya, Allah betapa sulitnya kubendung cinta dan puisiku atas relungan kata-kata di benakku atasMu. Ya, Allah, maka patutkah?
Aku tentu ingin jadi mereka yang menjawab Ar-Rahman dengan khusyuk. Atau mereka yang bergetar saat Al-Waqiaah dibacakan. Atau mereka memimpikan indah surga saat dilematika perputaran zaman dihentikan, Al Insan yang menelusup dalam metamorfa bahasa Jannan.
Aku tentu ingin jadi fikri yang segera dapatkan pemahaman atas nisbat ummi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam. Bukan mereka yang menjadikannya bahan cercaan di luar pengajaran. Ya, Allah tentulah aku ingin jadi jiwa yang dengan segera menyambut perintah atas shalat di malam hari. Bukan mereka yang menjadikannya alasan di luar kecintaan. Ya, Allah tentulah aku ingin jadi jasad yang bercahaya di tengah luasan ilalang di bawah naunganMu. Bukan mereka yang berdebur dalam lautan padang mahsyar dan gigitan ular dalam kuburan. Ya, Allah, maka patutkah?
Ya Allah tentulah aku ingin lari dari kekaguman makhluk jika bukan karena ikatan rahiim dan rahmatMu yang menguatkan.Ya, Allah pertemukanlah aku dengan wajahMu dalam subuh yang berdesah lembut. Pada sujud paling indah terakhirku. Ya, Allah, cukuplah itu saja inginku. Aamiin, InsyaAllah.
Aku tentu tak ingin jadi para munafik yang dihujat Al-Qur’an dalam permulaan Al Munafiquun yang ke-empat. Tentulah aku tak ingin disebut penyair yang dinisbat jahannam dalam bait-bait cinta Al-Qur’an. Aku pun tak ingin jadi mereka yang sombong di atas fatwa buatan belaka. Aku tentu tak ingin termasuk yang tercerita sebagai kaum fasiq yang mencari celah pembenaran atas diri sendiri.
Ya, Allah, biarkan aku berdoa layaknya ‘Isa pada selipan penutup Al-Maidah yang kaffah. Ya, Allah perkenankan aku memujiMu saja atas segala peluh kerja dan fana dunia. Ya, Allah biarkan aku melangkah layaknya Musa ke Tsur. Ya, Allah maka adakah Khidir yang dapat kupinta untuk menemani dan mengajariku kebijaksanaan ilmu? Ya Allah perkenankanlah, Ya, Allah mudahkanlah.
Ya, Allah biarlah aku jadi semut yang berbincang dengan Sulaiman seraya diberkati kisah atasnya. Atau jadi lalat jantan yang mengundang tawa atas jawabannya di singasana Sulaiman alaihis salam. Ya, Allah bukankah lebih beruntung bila aku menemui seorang mulia yang tertetapkan di lampau yang sementara? Ya, Allah.
Ya, Allah bahkan biarlah aku jadi shahabiyah yang buta namun dapat melihat senyum rasulMu yang ku rindukan. Shahabiyah yang jika kau perkenankan ada dimana wajah penuh karamah berkelebat dalam setiap pertemuan. Pertemuan yang membangkitkan. Ya, Allah betapa sulitnya kubendung cinta dan puisiku atas relungan kata-kata di benakku atasMu. Ya, Allah, maka patutkah?
Aku tentu ingin jadi mereka yang menjawab Ar-Rahman dengan khusyuk. Atau mereka yang bergetar saat Al-Waqiaah dibacakan. Atau mereka memimpikan indah surga saat dilematika perputaran zaman dihentikan, Al Insan yang menelusup dalam metamorfa bahasa Jannan.
Aku tentu ingin jadi fikri yang segera dapatkan pemahaman atas nisbat ummi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam. Bukan mereka yang menjadikannya bahan cercaan di luar pengajaran. Ya, Allah tentulah aku ingin jadi jiwa yang dengan segera menyambut perintah atas shalat di malam hari. Bukan mereka yang menjadikannya alasan di luar kecintaan. Ya, Allah tentulah aku ingin jadi jasad yang bercahaya di tengah luasan ilalang di bawah naunganMu. Bukan mereka yang berdebur dalam lautan padang mahsyar dan gigitan ular dalam kuburan. Ya, Allah, maka patutkah?
Ya Allah tentulah aku ingin lari dari kekaguman makhluk jika bukan karena ikatan rahiim dan rahmatMu yang menguatkan.Ya, Allah pertemukanlah aku dengan wajahMu dalam subuh yang berdesah lembut. Pada sujud paling indah terakhirku. Ya, Allah, cukuplah itu saja inginku. Aamiin, InsyaAllah.
Ancient Rome!
Seems we are in love each other
Some picture found its rule on its soul
Some wishes found it’s pure on its tool
Some water found its name on its pool
But I found my key on my fool
Seems I feel I have no key to found
While chocolate have a reason to be sweet
While the flower have some reason to buy its bone and green
Just like you feel you don’t know what you have to known
That I was me
Some people doing their job with joy
Some speaker shouting their vote by toy
Some story perfectly believe in troy
Then I am on the beginning story of ancient Rome
Seems I fall in 'road'
Some picture found its rule on its soul
Some wishes found it’s pure on its tool
Some water found its name on its pool
But I found my key on my fool
Seems I feel I have no key to found
While chocolate have a reason to be sweet
While the flower have some reason to buy its bone and green
Just like you feel you don’t know what you have to known
That I was me
Some people doing their job with joy
Some speaker shouting their vote by toy
Some story perfectly believe in troy
Then I am on the beginning story of ancient Rome
Seems I fall in 'road'
Wednesday, June 15, 2011
Tribute to autism kids
Berbahagialah yang dapat berbahasa sebab 80% anak dengan autisme yang memiliki intelegensi rendah tidak berbicara atau hanya bisa berkomunikasi nonverbal (dengan ibu atau pengampunya). Berbahagialah yang dapat mengendarai motorcycle sebab sekitar 35% anak dengan autisme bahkan tidak dapat menggerakkan langkahnya sesuai kepantasan. Berbahagialah yang bisa tersenyum sumringah sebab anak autis harus melalui terapi bertahun-tahun untuk mampu menatap lawan bicaranya dengan normal. Berbahagialah, bersyukurlah.
Berbahagialah yang hafal jumlah alphabet, sebab anak autis membenci angka dan suara. Bagi mereka angka hanya sederetan konyol cerita jerapah yang makan rumput, atau gajah yang menunduk mengangguk-ngangguk. Bagi mereka suara yang keras selaksa kemarahan seluruh dunia terhadap ketidakmampuannya. Bagi mereka, kalian hanya monster-monster menakutkan yang akan menakut-nakuti di malam hari.
Beberapa anak autis harus bertanya mengapa cangkang otaknya begitu sakit di panas dan dingin. Yang lainnya, harus pergi jauh dari sekolah dan sekolah luar biasa, Yang lain lagi dikurung dalam kamarnya. Atau susah payah membedakan 180 atau 360. Bagi mereka sama saja. Lingkaran juga akhirnya.
Tribute to autism kid..
#masih dalam cita-cita mendirikan autism center yang islami dan ramah
Kajian Nouksi Kropski edisi perdana (par1)
Secara umum nouksikropski bercerita tentang dialog konyol antara seseorang dengan abstraksi pengetahuannya.
sebenarnya kaulah yang kaunamakan tahu par3
Paragraf satu, sebagai pembuka, dimaksudkan untuk membuka nuansa 'sendiri' atau yang menurut Freud, sisi 'ego'.
Kusematkan alur empati atas diriku sendiri
Berikutnya disusul keterbatasan kesendiriannya akibat mafhumnya sunnah yang mendesaknya tanpa henti. Maka ana mengambil istilah 'bilik' untuk menunjukkan suatu ruang dengan dinding (pertahanan) yang minim. Serta sungai peradaban yang artinya kompleksitas yang selalu mengalir dengan atau tanpa di dalam atau luar bilik tersebut.
Di bilik sungai-sungai peradaban
.. dan lintas kata, kata-kata mereka
kata "dan" sebagai penghubung kalimat majemuk setara, menunjukkan korelasi erat sebuah 'kata' dengan statement 'bilik' yang sebelumnya tadi. Ana hanya ingin mengurai satu benang khusus dalam sisian peradaban yang mengalir itu, yakni 'lintas' kata yang tak lain adalah 'kata-kata' mereka. Mewakili suatu bentuk persepsi 'mereka', orang di luar bilik, di luar pencerita dan pelaku dialog atau pemikirannya yang dengan kata lain, lintasan, atau alur kilat yang tak mudah dipahaminya.
Intinya terkadang sebuah 'ego' akan begitu menusuk ketika tahu bahwa ia tak sendiri atau tidak se-'ego' yang diinginkannya. Sesuatu akan terlihat unggulnya ketika diperbandingkan. Atau asas hadist di lain redaksi al mar'u ma ' man ahabba. Seseorang akan bersama dengan yang dicintainya. Yang dalam hal ini, setidak egonya seseorang pun akan tetap ada dalam biliknya masing-masing. Sehingga kecintaanya terhadap "tahu' itupun akan mengiringnya walaupun terkadang ia ingin sendiri juga. Kalau beberapa waktu lalu ana mengeluarkan istilah politik integral mungkin yang ini namanya sunnah integral. Pemikiran tidak akan begitu berarti atau kuat mengikat ketika ia membawa pada suatu kemafhuman. Lagi-lagi, inspirasinya adalah tentang materi yang sudah amat basi (ana kira) yakni fitrah.
A? masi geje ya? ahhaha ya pokoknya gitu lah maksud ana. Terkadang ana butuh abstraksi untuk merampungkan semua pemikiran yang ada dan bercokol. Tahu? Sering banget, rasanya sakit, nggak tertahankan, sumpah. hHhahha
Eh, kayaknya seru juga tuh, sunnah integral. wkwkakaka... yang pasti sesuatu di anggap integral ketika kita belum tahu. Sirriy diatas sirriy.. hahha jadi inget musyrifah ana.
Nanti kalau lagi nggak malesan lagi, ana lanjutkan ke paragraf 2. Tapi nggak janji juga sih, hehe :)
sebenarnya kaulah yang kaunamakan tahu par3
Paragraf satu, sebagai pembuka, dimaksudkan untuk membuka nuansa 'sendiri' atau yang menurut Freud, sisi 'ego'.
Kusematkan alur empati atas diriku sendiri
Berikutnya disusul keterbatasan kesendiriannya akibat mafhumnya sunnah yang mendesaknya tanpa henti. Maka ana mengambil istilah 'bilik' untuk menunjukkan suatu ruang dengan dinding (pertahanan) yang minim. Serta sungai peradaban yang artinya kompleksitas yang selalu mengalir dengan atau tanpa di dalam atau luar bilik tersebut.
Di bilik sungai-sungai peradaban
.. dan lintas kata, kata-kata mereka
kata "dan" sebagai penghubung kalimat majemuk setara, menunjukkan korelasi erat sebuah 'kata' dengan statement 'bilik' yang sebelumnya tadi. Ana hanya ingin mengurai satu benang khusus dalam sisian peradaban yang mengalir itu, yakni 'lintas' kata yang tak lain adalah 'kata-kata' mereka. Mewakili suatu bentuk persepsi 'mereka', orang di luar bilik, di luar pencerita dan pelaku dialog atau pemikirannya yang dengan kata lain, lintasan, atau alur kilat yang tak mudah dipahaminya.
Intinya terkadang sebuah 'ego' akan begitu menusuk ketika tahu bahwa ia tak sendiri atau tidak se-'ego' yang diinginkannya. Sesuatu akan terlihat unggulnya ketika diperbandingkan. Atau asas hadist di lain redaksi al mar'u ma ' man ahabba. Seseorang akan bersama dengan yang dicintainya. Yang dalam hal ini, setidak egonya seseorang pun akan tetap ada dalam biliknya masing-masing. Sehingga kecintaanya terhadap "tahu' itupun akan mengiringnya walaupun terkadang ia ingin sendiri juga. Kalau beberapa waktu lalu ana mengeluarkan istilah politik integral mungkin yang ini namanya sunnah integral. Pemikiran tidak akan begitu berarti atau kuat mengikat ketika ia membawa pada suatu kemafhuman. Lagi-lagi, inspirasinya adalah tentang materi yang sudah amat basi (ana kira) yakni fitrah.
A? masi geje ya? ahhaha ya pokoknya gitu lah maksud ana. Terkadang ana butuh abstraksi untuk merampungkan semua pemikiran yang ada dan bercokol. Tahu? Sering banget, rasanya sakit, nggak tertahankan, sumpah. hHhahha
Eh, kayaknya seru juga tuh, sunnah integral. wkwkakaka... yang pasti sesuatu di anggap integral ketika kita belum tahu. Sirriy diatas sirriy.. hahha jadi inget musyrifah ana.
Nanti kalau lagi nggak malesan lagi, ana lanjutkan ke paragraf 2. Tapi nggak janji juga sih, hehe :)
Subscribe to:
Posts (Atom)