Tuesday, June 19, 2012

Sebuah gerakan pembaruan, bagaimanapun tak boleh memproduksi seruannya sendiri. sebuah gerakan pembaruan, bagaimanapun semestinya bergerak merapatkan diri dalam medium yang coba diperbaruinya. Gerakan pembaruan itu laksana propaganda Hudzaifah ibnul Yaman usai dialog monumentalnya di Kufah. Gerakan itu sejatinya berangkatnya Usamah atas turunan kebijakan Abu Bakar ra.

Masih ingatkah bahwa hanya ada satu golongan yang selama dari 73 lainnya? Ingatkah bahwa umat ini akan jadi buih, mengambang terhempas. Lalu selayaknya makanan yang diperebutkan. menemui sebuah tanjakan sunnah bahwasanya pemapanan atas orang banyak membutuhkan kerja keras yang lebih lagi. menemui sebuah dilematika kontekstual yang terpaksa mengantarkan kita pada suatu kerangka historial, bahwa yang sedikit itulah yang berkualitas baik. Bahwa hanya sedikit dari ummat yang belakang ini, yang akan masuk surga. Bahwa hanya segolongan dari umat ini yang jadi penyeru dan panglimanya.

For the last sight

Akhirnya, aku cuma kembali mengurai benang putihku sepanjang jalan menuju pertemuan itu. Entahlah, kupikir telah habis kerinduanku diposisikan sebagai jaring atau sarang laba-laba. Berdebu, kumuh, elastis dan mengambang di udara. Tak ada nilainya.

Mungkin bukan sebuah hal yang amat menarik untuk diketahui bahwa aku, selayaknya benang kapas yang kehilangan hembusan. Tak bisa terbang, tidak lagi ringan. Tak bisa berpendar, merangkai soliditas di dasar kebisuan. Mungkin juga selayaknya angin yang kehilangan medium. Tak bisa menghangatkan, tidak lagi sepoian yang menyejukkan. Tak bisa menari, membawa uap air di beratnya entitasme diri. Ah, aku bukan kapas, bukan pula angin.

Sejatinya aku adalah aku.

Rumitansi yang begitu sempurna sampai aku bertekuk di bawah pion-pion cahaya. Aku tak akan mendapatkan lagi, sahabat sepertimu. #alquraabid