Tuesday, June 28, 2011

Fairly Fairness

Ruang putih dalam bundaran meja kayu itu kini mengilatkan cahayanya yang kembali menakutkan bagiku. Jejaringnya, selintasan menjajari peluh semu di keringat dingin hatiku. Gemetaran, maju perlahan.

Ini musyawarah perpisahanku dengan mereka. Perpisahan kami, yang saling cinta di jalanNya.
Sebuah salam yang menyakitkan. Lalu wajah merah padam yang mengiris tanda tak rela juga. Dan akupun sejenak jadi diriku yang punya hati. Sejenak jadi diriku yang punya titik airmata untuk melukiskan balasan ketidakikhlasan mereka.

Aku suka. Tak suka juga. Sesekali aku jadi suka. Dicintai.
Aku benci juga. Entah dengan cinta atau tidak. Sesekali aku teramat benci. Jadi tangan ilusionis yang menyakiti.
Bahkan Ibnu Umar memendam sesalnya atas ketidakikutsertaanya dalam pasukan 'Ali karamallahu wajhah di Shiffin. Ah, aku tak sehebat ia radhiallahu anhu. Jauh nelangsa, jauh masa, jauh tingkatannya.

Mengapakah kita tak boleh sesekali disebut pengecut atau lari takut? Toh Khalid al Walid menyapu kemenangannya dengan strategi Yamamah yang unik. Haah.. aku tak setara dengannya radhiallahu anhu. Jauh pelita, jauh masa, jauh tingkatannya. Cuma kata-kata saja. Cuma anggapan saja. Persepsi belaka, hilang di pusara cita-cita.

Tapi aku memang bukan pengecut yang lari takut. Bukan itu. ya, tentu saja. Telah berhasil ku pastikan hatiku. Lalu ia mengangguk, membenahi sederetan pembelaan atasnya yang menyakitkan bagi lainnya.

Nothing

I've nothing to share. While happiness just send to heart on beat. Just wanted to leave the thing as the bird saying its 'want' by its pinion. How about love and sign out your nice smile on their memory? So I could found your pinion, just swing wing, begging on the staring eye catching. Believe in this ring. Do am I?

Why'd we always telling the other about the best people can do? Sometime they don't need to be people, or the best like that. What a damn. So you have to search the best line to tell them something. Yeah. I've found something to share. Just like you send your count then you think I'd humbling you in. I don't. I do not ever doing.

I was mistery. Just need time to space. Some reason to not to be with you. Some feeling to have the other like you. Some warm to choose the best reason and feeling.

I just.. just nothing. Let me be nothing. Just like nothing. Just like they said, let us be grit on a beautiful beach. So am I.

Me and RedoBlackyWhite Faculty

Monday, June 27, 2011

Quasi question

Aku senang dengan kesendirianku. Lebih baik begitu. Saat tiba-tiba saja selaksa kata muncul untuk dimuntahkan dalam tulisan-tulisan biru. Wkwkaka.. kok jadi pake biru-biru gini? Udah kayak laporannya anak FTP aja, ahhaaha
Sebenarnya nggak banyak hikmah yang bisa ditebarkan dalam hari-hari ini. Entah, apakah kita harus memilih jadi seorang indive yang mengaku mentranliterasi semua kejadian sebagai hikmah pribadi petang hari. Ataukah jadi seorang comunive yang sehariannya menjajari lingkungan agar terjalin simultansi hikmah kultural. Lalu banyak orang berkata, bahwa segalanya jadi serba tengah. Kita kini mungkin berbicara tentang keduanya, secara indive dan comunive.
Sama saja, mulai lagi istilah publik dan privat. Yang katanya, publik itu mencakup HTN, HAN, dan Hukum Pidana lalu privat itu Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Halaah.. apa-apaan! --"

Kau memang harus selalu ada dalam quo doktrin jalan tengah. Halaah.. jadi inget Dong Yi (?).
Ya, ashabul wasathon katanya. Kita, ya, lebih tepatnya kita, nahnu, we, our, ourself? Hentikan sampai disini dan aku ingin berbicara tentang satu hal yang mudah dipahami saja, ya, maksudku, 'kita' coba berbicara tentang hal lain saja.

Di ruang kuliah pidana, sempat kuketahui bahwa dalam prakteknya konsep pembebanan pidana kumulatif dan absorbsi berjalan dalam rel quasinya. Belum lagi, konsep perikatan pernikahan yang dalam perimbanganku kabur makna. Dan masalah quasi presidensiil Indonesia. Atau isu tidak relevannya lagi trias politica montesqueue juga tidak kompetennya van vollen hoven mendefinisi kelembagaan negara. Juga perimbangan asas diskresi (kata mereka, freies emerssen, alaah sama saja!) dengan praduga rechmatig dan legalitasnya? Katanya ultra vires, katanya detournoment of power, katanya abusement of power. Hmm.. mengapa tak langsung saja dipahamkan, tentang titik seimbangnya! Belajar ekivalensi seperti di Pengantar Ilmu Ekonomi. Atau.. ya, atau, tempat hukum Islam yang cuma begitu saja pemanfaatannya. Doktrinasi yang mulai membuatku lebay bukan kepalang. Aku BOSAN.

Ku kira kita perlu bicara tentang hal yang mudah dipahami. Ya, maksudku, mari kita bicara tentang hal yang mudah dipahami.

Bagaimana bila begini, dengarkan aku menginventarisir syarat sah perjanjian. Sebab ia salahsatu percabangan terjadinya perikatan. Atau lalu lari menganaktirikan hatinya sendiri. Aku muak mendengarkan suaraku. Aku, ya, maksudku, sebaiknya 'kita' main bareng lagi aja! Gimana kalo jalanjalan soresore? Ah, gak asik, semuanya ketus, sensian, ataauuu belajar, kan uas. hmm..

Kemarin sudah belajar. Kemarin sudah baca. Sekarang tinggal ujiannya kan?

Entah, quation. Kau pernah dengar quetion atau question? Ya, maksudku, mungkin kita pernah sama mendengar tentang quetion atau question. Samasekali diluar pengetahuanku, jika itu erat hubungannya dengan quasi atau quote.. hmm.. entah, kini aku jadi indive yang lupa batas purna comunivenya, ditinggal selintasan kode morse yang rumit. Mengambang di awan-awan.

Aku sekedar suka kesendirian. Tiba-tiba saja. Simultansi sinaps otakku padam. Liputannya terbang di keliling lampu tidur yang redup terang. Ah, bukan ini yang kumaksud, bukan ini tempat tinggalku. Maka jika sudah seharusnya konsepsi pertengahan itu menepikan egoisme indive dan atau prasangka comunive. Ya, kita berbicara saja, sampai nanti paradigma siklusnya adalah seperti ini. Seperti ini, yang malas lagi kukata-katakan. Haha.

Thursday, June 16, 2011

Ya, Allah, bahwasanya kini aku ada di bawah bentangan langit malam. Malam yang hitam menghunjam. Seakan memberi bai’at yang kelam atas dosa-dosa bintang berjatuhan. Di lemparkan selayaknya panah ke setan-setan yang menerbangkan awan. Lalu turunan raudah perlahan melesat mengangkasa, melambai pada berat beban massa atas hujan yang patuh pada titahMu Yang Maha Kuasa.
Aku tentu tak ingin jadi para munafik yang dihujat Al-Qur’an dalam permulaan Al Munafiquun yang ke-empat. Tentulah aku tak ingin disebut penyair yang dinisbat jahannam dalam bait-bait cinta Al-Qur’an. Aku pun tak ingin jadi mereka yang sombong di atas fatwa buatan belaka. Aku tentu tak ingin termasuk yang tercerita sebagai kaum fasiq yang mencari celah pembenaran atas diri sendiri.
Ya, Allah, biarkan aku berdoa layaknya ‘Isa pada selipan penutup Al-Maidah yang kaffah. Ya, Allah perkenankan aku memujiMu saja atas segala peluh kerja dan fana dunia. Ya, Allah biarkan aku melangkah layaknya Musa ke Tsur. Ya, Allah maka adakah Khidir yang dapat kupinta untuk menemani dan mengajariku kebijaksanaan ilmu? Ya Allah perkenankanlah, Ya, Allah mudahkanlah.
Ya, Allah biarlah aku jadi semut yang berbincang dengan Sulaiman seraya diberkati kisah atasnya. Atau jadi lalat jantan yang mengundang tawa atas jawabannya di singasana Sulaiman alaihis salam. Ya, Allah bukankah lebih beruntung bila aku menemui seorang mulia yang tertetapkan di lampau yang sementara? Ya, Allah.
Ya, Allah bahkan biarlah aku jadi shahabiyah yang buta namun dapat melihat senyum rasulMu yang ku rindukan. Shahabiyah yang jika kau perkenankan ada dimana wajah penuh karamah berkelebat dalam setiap pertemuan. Pertemuan yang membangkitkan. Ya, Allah betapa sulitnya kubendung cinta dan puisiku atas relungan kata-kata di benakku atasMu. Ya, Allah, maka patutkah?
Aku tentu ingin jadi mereka yang menjawab Ar-Rahman dengan khusyuk. Atau mereka yang bergetar saat Al-Waqiaah dibacakan. Atau mereka memimpikan indah surga saat dilematika perputaran zaman dihentikan, Al Insan yang menelusup dalam metamorfa bahasa Jannan.
Aku tentu ingin jadi fikri yang segera dapatkan pemahaman atas nisbat ummi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam. Bukan mereka yang menjadikannya bahan cercaan di luar pengajaran. Ya, Allah tentulah aku ingin jadi jiwa yang dengan segera menyambut perintah atas shalat di malam hari. Bukan mereka yang menjadikannya alasan di luar kecintaan. Ya, Allah tentulah aku ingin jadi jasad yang bercahaya di tengah luasan ilalang di bawah naunganMu. Bukan mereka yang berdebur dalam lautan padang mahsyar dan gigitan ular dalam kuburan. Ya, Allah, maka patutkah?
Ya Allah tentulah aku ingin lari dari kekaguman makhluk jika bukan karena ikatan rahiim dan rahmatMu yang menguatkan.Ya, Allah pertemukanlah aku dengan wajahMu dalam subuh yang berdesah lembut. Pada sujud paling indah terakhirku. Ya, Allah, cukuplah itu saja inginku. Aamiin, InsyaAllah.

Ancient Rome!

Seems we are in love each other
Some picture found its rule on its soul
Some wishes found it’s pure on its tool
Some water found its name on its pool
But I found my key on my fool

Seems I feel I have no key to found
While chocolate have a reason to be sweet
While the flower have some reason to buy its bone and green
Just like you feel you don’t know what you have to known
That I was me

Some people doing their job with joy
Some speaker shouting their vote by toy
Some story perfectly believe in troy
Then I am on the beginning story of ancient Rome
Seems I fall in 'road'

Wednesday, June 15, 2011

Tribute to autism kids


Berbahagialah yang dapat berbahasa sebab 80% anak dengan autisme yang memiliki intelegensi rendah tidak berbicara atau hanya bisa berkomunikasi nonverbal (dengan ibu atau pengampunya). Berbahagialah yang dapat mengendarai motorcycle sebab sekitar 35% anak dengan autisme bahkan tidak dapat menggerakkan langkahnya sesuai kepantasan. Berbahagialah yang bisa tersenyum sumringah sebab anak autis harus melalui terapi bertahun-tahun untuk mampu menatap lawan bicaranya dengan normal. Berbahagialah, bersyukurlah.

Berbahagialah yang hafal jumlah alphabet, sebab anak autis membenci angka dan suara. Bagi mereka angka hanya sederetan konyol cerita jerapah yang makan rumput, atau gajah yang menunduk mengangguk-ngangguk. Bagi mereka suara yang keras selaksa kemarahan seluruh dunia terhadap ketidakmampuannya. Bagi mereka, kalian hanya monster-monster menakutkan yang akan menakut-nakuti di malam hari.

Beberapa anak autis harus bertanya mengapa cangkang otaknya begitu sakit di panas dan dingin. Yang lainnya, harus pergi jauh dari sekolah dan sekolah luar biasa, Yang lain lagi dikurung dalam kamarnya. Atau susah payah membedakan 180 atau 360. Bagi mereka sama saja. Lingkaran juga akhirnya.

Tribute to autism kid..

#masih dalam cita-cita mendirikan autism center yang islami dan ramah

Kajian Nouksi Kropski edisi perdana (par1)

Secara umum nouksikropski bercerita tentang dialog konyol antara seseorang dengan abstraksi pengetahuannya.
sebenarnya kaulah yang kaunamakan tahu par3

Paragraf satu, sebagai pembuka, dimaksudkan untuk membuka nuansa 'sendiri' atau yang menurut Freud, sisi 'ego'.
Kusematkan alur empati atas diriku sendiri
Berikutnya disusul keterbatasan kesendiriannya akibat mafhumnya sunnah yang mendesaknya tanpa henti. Maka ana mengambil istilah 'bilik' untuk menunjukkan suatu ruang dengan dinding (pertahanan) yang minim. Serta sungai peradaban yang artinya kompleksitas yang selalu mengalir dengan atau tanpa di dalam atau luar bilik tersebut.
Di bilik sungai-sungai peradaban

.. dan lintas kata, kata-kata mereka
kata "dan" sebagai penghubung kalimat majemuk setara, menunjukkan korelasi erat sebuah 'kata' dengan statement 'bilik' yang sebelumnya tadi. Ana hanya ingin mengurai satu benang khusus dalam sisian peradaban yang mengalir itu, yakni 'lintas' kata yang tak lain adalah 'kata-kata' mereka. Mewakili suatu bentuk persepsi 'mereka', orang di luar bilik, di luar pencerita dan pelaku dialog atau pemikirannya yang dengan kata lain, lintasan, atau alur kilat yang tak mudah dipahaminya.

Intinya terkadang sebuah 'ego' akan begitu menusuk ketika tahu bahwa ia tak sendiri atau tidak se-'ego' yang diinginkannya. Sesuatu akan terlihat unggulnya ketika diperbandingkan. Atau asas hadist di lain redaksi al mar'u ma ' man ahabba. Seseorang akan bersama dengan yang dicintainya. Yang dalam hal ini, setidak egonya seseorang pun akan tetap ada dalam biliknya masing-masing. Sehingga kecintaanya terhadap "tahu' itupun akan mengiringnya walaupun terkadang ia ingin sendiri juga. Kalau beberapa waktu lalu ana mengeluarkan istilah politik integral mungkin yang ini namanya sunnah integral. Pemikiran tidak akan begitu berarti atau kuat mengikat ketika ia membawa pada suatu kemafhuman. Lagi-lagi, inspirasinya adalah tentang materi yang sudah amat basi (ana kira) yakni fitrah.

A? masi geje ya? ahhaha ya pokoknya gitu lah maksud ana. Terkadang ana butuh abstraksi untuk merampungkan semua pemikiran yang ada dan bercokol. Tahu? Sering banget, rasanya sakit, nggak tertahankan, sumpah. hHhahha

Eh, kayaknya seru juga tuh, sunnah integral. wkwkakaka... yang pasti sesuatu di anggap integral ketika kita belum tahu. Sirriy diatas sirriy.. hahha jadi inget musyrifah ana.

Nanti kalau lagi nggak malesan lagi, ana lanjutkan ke paragraf 2. Tapi nggak janji juga sih, hehe :)

Too So

So many so we know so many so we’ve to draw.
So many so we have so many so we’ve to save.
So many so we get so many so we’ve to give.
So many so we thinking the things so complicated this world telling.

So don’t ever know so many.
So don’t ever have so many things.
So don’t ever get so many given.
So the world tell us to be wiser by time.

So how about so this
So many so we know so many best we can do.
So many so we have so many more star sparkling on the night.
So many so we get so many we see the people smile.
So many so we thinking the things so many world teach us about ‘wiser by time’.

So we could choose on our so many choices.
So we could choose to have no count and noun.
So we could choose to have no friend.
So we could choose to have no wiser by time.

So we don’t ever have to draw so many.
So we don’t ever have to save so having.
So we don’t ever so hard to giving.
So the world would perfectly announce that we so wiser by time until ending.

Thursday, June 9, 2011

Rainbow And Roses

As my song send to your own
Rainbow was never so hard to give us its true color
As your wish send to my count
Roses was never so poor to save us on its bone

You said you love this great yellow
But I hate that one perfectly
Just like my sound never blow down to your heart
Just like my swing never show up on your own

We just thinking about things
While we meet and agreed
Don't you think that I've no yellow?
So why did you call up my name when someone hurt you?
We dancing to our aspiring
While the school' bell ringing
So just bought some rain to running
It just about a giving which rainbow's smile was never having

I'd flow on a luxury yellow
Seems like I wanted to known that my colorless was burning all over
Then we just humbling to our rainbow' smile
While the beginning was never gonna be 'so end'

Now please let me ask you about my roses
While its red never turn to yellow
Because its bone never swing like your rainbow
Though you talk to its atom to fix it
Because next time I curling my roses and warm the spoon by its annual energy
You taught your feeling to be so humble like we did to our rainbow
And I just trust that you know I'd left my colorless by time

You did. I did. It just about rainbow or roses. Just it.

Wednesday, June 8, 2011

Nila saga

Sejatinya aku merana hingga ke pelupuk irisan mata. Warna biru dan kuning serentak bersama mengaburkan alasan tentang pengusiran nila ke alam baka. Rasionalisasi sempurnanya karena Tuhannya. Halaah... ada ada saja. Dihasut filologi kesejarahan yang menjadi basi seketika.

Lalu meranaku bertambah-bertambah, menampar kedua pipiku dalam runutan nada yang tak pernah kutemui sebelumnya. Mengakar dalam puisi radict yang kusembuhkan darinya yang dulu. Ya, yang dulu.

Hingga sepatu putih berdetak dalam serasah akar rumput yang jauh dari pandang politik integral para elitis. Menepi di dangkalan tanah merah. Kemudian akhirnya merogoh luka yang menganga, dimakan efek sistematisasi konvensional yang kentara. Ah, gilanya.

Padahal dulu katanya tak sebegitu begininya. Padahal disini tak seperti yang disananya. Tambahan bumbunya, padahal saya tak se-saya-nya anda. Halaah.. ada ada saja. Dimakan sarang ailona kampus yang miris

Aku dibawah langit fakultas hitam merah putih

Saturday, June 4, 2011

Terimakasih

Di bawah langit sujudku atas Ilah Yang Tiada Dua. Atas titah syukur yang terpanjatkan di kehadiratNya. Atas tingginya Arsy, singasanaNya. Atas limpahan rahiim dan karunianya. Atas asa dan seperjalanan rentang usia. Atas yang tak dapat terhitungkan keseluruhannya.

Terimakasih untuk kedua orangtuaku yang bersahaja
Terimakasih atas segala bimbingan dan petuahnya
Terimakasih atas pujian dan senyumannya
Terimakasih atas kemarahan dan didikan yang tak ternilai harganya
Terimakasih banyak
Terimakasih yang paling kasih
Terimakasih yang paling putih

Terimakasih untuk kakakku yang kharismatik
Terimakasih untuk semua hal baik
Terimakasih untuk sederetan bingkisan cantik
Terimakasih yang terdalam
Terimakasih yang seindah pualam

Terimakasih untuk adikku yang manis
Terimakasih untuk sentuhan jari dan tangis
Terimakasih untuk bukaan gerbang di tengah gerimis
Terimakasih untuk bualan yang mengiris tanpa sinis
Terimakasih yang paling angkasa
Terimakasih yang luarbiasa

Terimakasih untuk guruguruku yang bijaksana
Terimakasih untuk coretan hitam di lembar ijazah
Terimakasih untuk kompetensi membaca a ba ta
Terimakasih untuk alphabet dan angka
Terimakasih yang amat tinggi
Terimakasih yang amat titi

Terimakasih untuk sahabat yang penuh semangat
Terimakasih untuk energi setiap kerat
Terimakasih untuk rindu tanpa sekat
Terimakasih untuk canda yang tanpa ralat
Terimakasih yang brilian
Terimakasih yang berlian

Terimakasih atas semua cinta
Terimakasih atas semua rasa
Terimakasih atas perhatiannya
Terimakasih atas kesempatannya

Terimakasih :)

Friday, June 3, 2011

For my beloved sister all the world

Sebuah bingkai kata untuk saudari muslimah. Mungkin tak seberapa. Tapi patutkah aku berdiam saat kau aniaya? Wahai jiwa, jiwa yang akan jadi sebening kaca di Surga. Wahai raga, raga yang akan jadi abu di ufuk penjara tanah berbatu. Demi Allah, bidadari lebih cantik tapi mereka bukan perhiasan yang dimaksudkan

Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalehah. Haaa... kayaknya kalimat yang ini memang udah sering banget diperdengarkan di setiap momen-momen "glory women". Nggak bisa dihindarkan lagi, kadang frase yang model begini juga bisa bikin para kaum hawa ke-geeran (selain saya sih, hahaha).
Masalahnya, kita sama-sama tahu, gitu, loh, kalo setiap wanita ingin dimengerti (kata ADA BAND) dan laki-laki punya selera... loh tunjukkan merahmu dong? whwhhahaa #kesalahan instalasi jaringan otak

Sipsip.. ---> ngek ngok hhaa

Sebenarnya pagi ini saya agak ter"tutuk" (hahha diksi macam apa itu? --")
Ceritanya, berselancar di dumay dan mengetik nama sendiri di search engine google dan mendapati ternyata nama saya dimiliki juga orang-orang keren, salahsatunya yaa saya sendiri (loh?)

Sorry, the instalation was under maintenance until the BroS found its Mario

Serius, banyak banget yang punya nama Mira. Agak geje sebenernya pagi ini. Tapi entah, sepengalaman saya jadi cewek, saya terhibur dengan ditemukannya informasi - yang karena kekurang pekaan saya, baru saya ketahui - kalo Mira itu juga jadi nama salahsatu circum star sekelas bimasakti. Warnanya merah, lux gitu deeeh. Wkwkwk...

Aduh, trus apa hubungannya? Trus salah saya? Salah keluarga saya? hha --"

Gini gini, saya coba melakukan konkritisasi atas semua kegejean ini, "doakan aku ya!" #sambil berbinar gaya "piss!"nya ninja warrior

Intinya kadang perempuan memang butuh menyanjung dirinya sendiri. Entah dengan setumpuk waktu luang untuk menyisir rambut atau berkaca dan mengenakan warna yang disukainya. Walaupun mungkin jarang juga perempuan se-geje saya yang memuji diri sendiri dengan mencari-cari pemaknaan nama di mbah gugel. hahahhaa

Balik lagi berbicara masalah perhiasan dunia dan garis lurusnya yang ditarik ke spesies bernama perempuan, saya jadi agak sedikit berpikir "nakal". Mungkin, karena nisbat itu juga, ya, para mbak-mbak ini suka banget tampil dan memperlihatkan diri. he hehe
Soalnya setahu saya nggak ada fungsional lain dari gelang atau cincin (kalo mau disamaratakan) selain untuk diperlihatkan, menunjukkan status, atau simbol. Trus, sama juga-kah dengan para perempuan yang perhiasan ini?

Kalau mau dibilang cantik, yaa iya, sih. Sebagai simbol atau status? Mmm iya banget.
Gadis ethiopia yang - misalnya - terbelakang pastinya nggak bakalan bisa dandan secakep Selena Gomez. hahhaa kenapa jadi kesitu.

Tapi yang jadi pertanyaan kemudian, yang bikin penasaran juga. Wanita dunia yang nggak seberapa kalo dibanding fantasi cantiknya bidadari ini, kenapa yang dapat lisensi "perhiasan" yak?

Usut punya usut, krik-krik-krik..

For second, ladies and gentleman, Sorry, the instalation was under maintenance until the BroS found its Mario


Kata orang-orang nikmatnya puasa secara nyata itu ada di saat berbuka. Terus, asiknya lomba, ya menang setelah capek-capek'an. Atau.. kalo kata para panitia, indahnya acara yaa setelah usainya. Saya jadi teringat sebuah pemikiran di masa lalu (cielaaah hahaii). Indahnya pacaran yaa setelah menikah (loh?) zzz

Kadang kita tersadarkan bahwa Allah ternyata lebih menghargai amal daripada setting. Kita sama tahu, orang kaya dan orang miskin samasama punya keistimewaan tentang jalan masuk surga. Yaa gitu juga dengan yang sekedar 'abid atau 'alim. Tapi dalam kasus yang kali ini, kalau ada bidadari surga dan wanita dunia, pengkhususannya tetap ke wanita dunia. Mmm... perlu rasionalisasi langsung kayaknya... hahagss

Kira-kira.. ini karena kita yang di dunia ini, harus susah payah untuk jadi cantik sebenarnya. Tentang amal dan menahan diri. Tentang ibadah dan soal harga diri.

Entah, kok jadi horor gini, hahhaa..

Singkatnya (karena udah ngantuk mau tidur siang, :D), saya hanya ingin sedikit mengungkap fakta bahwa kita sebagai golongan hawa ini sudah terlanjur ditunjuk dengan nisbat yang begitu indah; perhiasan. Bukan tentang lebih cantiknya kita dari bidadari surga, tapi sejauh apa kita menghargai rahmat Allah atas kejadian kita. Bukan karena smart, rajin menabung dan gaolnya kita (loh?). :)

Makanya, sedih banget deh atas keadaan temen-temen cewek yang terlanjur berbuka sebelum maghrib, berbahagia sebelum acara sukses, atau traktir-traktiran sebelum jadi juara ehehhee...

lain kali, kita ngobrol lagi yak.. daaaaaah

Wassalam :)

Road on Round

You've taught me to dream. Even the ant never answer my mean. There's no false. There's no sin.
Fly your wing into the rule of wind. Until the cloudy face send us the big beginning of victory. I'd needed to smile, needed to lie.
Yeah, dreams are hard to known.

You ever wanted to see my dream. Even the bird have no sound to swing. There's no left. There's no late.
Listen my song so we could hear everybody's count. Will you send me a red apple like Cinderella get in the forest? I'd needed to cry, needed to right.
Yeah, dreams are hard to shown.

You was not ever touch my heart. Actually I have to be. Because I dying on the street where I wait for your hand. So there's no high. There's no vine.
Now please let me teach you to look deeply into my eyes. Its all about dreams I've been follow to be with you. Its all about things I never studied. And I'd needed to talk, needed to night.
Yeah, dreams are hard on surround.

My mother give me a white roses. Then you just knocking my door to save it by yourself.
Your home, actually your rooms. So, will you ask me to got it by my self for second? You are never answer. And I just send a big question form on my weekly daily diary. Its all about my white roses. Well, I just see your laugh on my knight. There's no sign. There's no sein.

Don't you bullying at your school on the past? I'd read it. So you won't regret the life for now. You just bought your dreams. Finally you just paid it. So, could I still call it "dreams"? Could anyone wonder this nonsense as a dreams? You false and you taught me.

Yeah, dreams are hard to called.

Wednesday, June 1, 2011

Ranum Hijau

Aku ingin belajar banyak dari yang sedikit. Sebab kadang quantity bisa banyak mengelabui. Dan perspektif mimpi bisa jadi sarang kontrol tanpa kendali.
Iya, kadang quantity bisa sedikit menggurui. Dan sihir cecuit abstraksi bisa amat menyakiti.
Akupun ingin pergi. Sendiri saja. Tanpa kata-katamu. Tanpa kosong yang terbang jauh.
Sebab aku tak ingin ditinggalkan. Aku ingin belajar banyak dari yang sedikit.

Rupa-rupa bunga mawar yang hijau.

Serentak mengembun dalam kaca-kaca jendela, kacamataku. Lalu di ajarinya aku, kelopak tak hanya selembar atau dua lembar tapi puluhan. Ratusan. Ribuan. Melingkar mengembangkan. Ranum hijau.

Rupa-rupa hijau mawar warna.

Searah merutuki kecewa kupu-kupu madu, kupu sayapku. Lalu dicandainya aku, pusaran lingkaran menjalin ikatan atas semua lembar kelopak. Yang besar. Amat besar. Paling besar. Bertumpuk jadi simfoni. Ranum hijau.

Bahwa sesekali ingin aku dengarkan kata-katamu tanpa bertanya terlebih dahulu. Atau mempelajari gramatikal kuasamu atasku. Atau menekuri premis penghubung antara aku dan dirimu.

Aku dan ranum hijauku.

Ailona

Rasa-rasanya aku hampir mati rasa. Sebab kini satu-dua mobil selintasan meninggalkanku. Di penghujungan terminal mikrolet jalan raya. Sekelebat sosoknya perlahan masuk kembali, mengantarkanku pada imaji yang abstrak luar biasa. Fantasi yang menggila.

Di tengah nada hujan yang perlahan. Menitik di kepalaku, jatuh. Atap terminal ini, telah kopong di tengahnya, tak mampu lagi melindungi. Lalu aku menengadah kembali, menatapi awan hitam yang lalu menggiringku ke penghujung aurora cakrawala. Aaah.. tak ada aurora disana, tak ada di Jakarta.


Begitu keras, sarkastik dalam wujud perimbangan pribadiku.

Dilemma

Sebenarnya aku hanya ingin berkata-kata tentang desir asa yang kurasa. Ketika nyatanya selusupan cita dimakan nelangsa perimbangan intuisi pribadiku. Kami kalah.
Nyatanya, kenyataan berbalik jadi cekung tipis. Mengerdil membumikan diri sendiri. Lalu maya jadi belantara yang begitu lebatnya. Meraksasa, cembung mengangkasa.
Terkadang intuisiku memang dimakan serangga dilemma. Ceritanya, dua jembatan membentang di ketinggian jurang yang menggila. Menarik paksa kaki kanan-kiriku, jadi gelisah melangkah.
Kemana, aku harus cari peta intuisi pribadiku. Kami kalah.
Sebab katanya menang hanya ada di gantungan gemintang malam hari. Sebab katanya menang, memang digantung di penghujung langit yang tak berujung. Sama visinya, sama citanya. Sama gila.
Dilemma merajuk pada mekanisme intuisi pribadiku. Ketika arusnya mengkeroposi jalan-jalan menangku. Hingga selaksa penghujung benar jadi tak berujung. Dan kata, kata-kata mereka menggagalkan puasa cermin datar.
Sebab nyatanya, kenyataan memang berbalik jadi cekung tipis. Mengerdil membumikan diri sendiri. Lalu maya jadi belantara yang begitu lebatnya. Meraksasa, cembung mengangkasa.
Abnormal jika fraktur pikirmu mengucur merah dalam symbol nanah yang menganga. Sebab baiknya nanah selalu putih agar angkasa tetap jadi biru yang menyala. Baiknya cerita selalu putih agar jalan batu tetap abu-abu. Ya, kami kalah.